Site icon Cakra News

Adat Tegas Ultimatum: Gunung Botak Hak Waris Kapitan Baman, Klaim Sepihak Dilarang Keras

Namlea, CakraNEWS.ID– Silaturahmi dirangkai dialog adat para kepala soa dan tokoh adat dataran rendah Waeapo, Selasa (16/9), menghasilkan keputusan tegas, Gunung Botak atau Gunung Lea Bumi adalah warisan sah Kapitan Baman Tausia yang tidak bisa diganggu gugat.

Keputusan adat ini sekaligus menjadi ultimatum keras bagi pihak-pihak yang selama ini mencoba mengklaim kawasan tersebut sebagai milik pribadi atau kelompok.

Tokoh masyarakat adat Bupolo sekaligus mantan Bupati Kabupaten Buru, Amus Besan, menegaskan tidak ada ruang kompromi terhadap klaim sepihak yang meresahkan masyarakat.

“Gunung Botak (Lea Bumi) adalah hak waris Kapitan Baman Tausia. Titik. Tidak boleh diakui atau diklaim oleh siapa pun di luar garis keturunan. Siapa yang melawan, itu pelanggaran serius adat, dan kami akan bertindak,” tegas Besan dengan nada peringatan.

Dalam keputusan adat tersebut, masyarakat adat dari 24 suku diperbolehkan mencari nafkah di Gunung Botak tanpa dipungut biaya. Namun, kepemilikan pribadi maupun kelompok dilarang keras.

Hal ini sesuai amanat Kapitan Baman Tausia bahwa hasil alam Gunung Lea Bumi boleh dimanfaatkan bersama, dengan syarat menjaga dan menghormati situs sakral “tapak kaki Kapitan Baman Tausia” yang hingga kini dilindungi tujuh kepala soa Waelata sejak berakhirnya peperangan di Pulau Buru.

Untuk memperkuat posisi hukum adat, sejumlah langkah strategis diputuskan. Di antaranya, penyampaian pemberitahuan resmi kepada pemerintah pusat dan daerah mengenai status sah Gunung Botak, penerbitan surat peringatan kepada pihak-pihak yang beraktivitas tanpa izin ahli waris, pemberian kuasa penuh kepada Jagalihong Law Office untuk mendampingi Marga Baman, serta penolakan keras terhadap seluruh bentuk klaim kepemilikan di luar garis keturunan Baman Tausia.

Para tetua adat bahkan menantang pihak yang masih berani mengklaim Gunung Botak untuk membuktikan kebenarannya melalui sumpah adat.

“Kalau ada yang merasa benar, datang dan buktikan lewat sumpah adat. Jika tidak, hentikan klaim sepihak. Kami tidak akan diam menghadapi penyerobotan adat,” tegas salah satu kepala soa.

Amus Besan turut meluruskan catatan sejarah yang sering dijadikan alasan klaim.

Ia menegaskan, pemberian ketel Anhoni kepada Raja Kaiyeli Mansur Wael (generasi ke-16 Hinolong Baman) sekitar 400 tahun lalu, maupun izin berburu (broho/tapa) kepada marga lain oleh generasi ke-17 Hinolong Baman, hanya bersifat hak terbatas, bukan pengalihan kepemilikan.

“Gunung Botak tetap hak waris sah Kapitan Baman Tausia. Tidak bisa ditawar, tidak bisa dialihkan, dan tidak boleh diganggu. Semua pihak wajib menghormati ini,” tutup Besan.

Masyarakat adat menegaskan harapannya agar pemerintah pusat maupun daerah bersikap tegas, mendukung keputusan adat, dan menindak pihak-pihak yang nekat mengklaim kepemilikan secara ilegal.***

Exit mobile version