Ambon, CakraNEWS.ID— Rentetan peristiwa kekerasan yang kembali terjadi di Kota Ambon memantik keprihatinan serius berbagai kalangan.
Kondisi ini mengemuka dalam Dialog Keamanan dan Ketertiban bertajuk “Doktrin” yang digelar Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah (PWPM) Maluku sebagai ruang edukasi publik untuk membaca secara kritis akar konflik sosial serta mempertanyakan peran aparat dan kehadiran negara dalam menjamin keamanan warga.
Ketua PWPM Maluku, Rimbo Bugis, selaku keynote speaker, mengatakan dialog tersebut diinisiasi sebagai respons atas konflik yang terus berulang dan kerap berakhir tanpa penyelesaian yang jelas.
Menurutnya, situasi ini perlu dikaji secara mendalam agar masyarakat tidak terjebak pada pola kekerasan yang sama
. “Banyak kemungkinan yang harus dianalisis. Apakah kekerasan ini terjadi secara alamiah, atau ada faktor lain yang perlu dibuka secara jujur. Ini yang mendorong kami menginisiasi dialog ‘Doktrin’,” ujar Rimbo.
Alumni IAIN Ambon itu menegaskan, pemuda memiliki tanggung jawab moral untuk menghadirkan nalar kritis di tengah masyarakat, sekaligus mendorong evaluasi terhadap sistem keamanan.
Rimbo menilai, konflik yang berulang menunjukkan adanya persoalan struktural yang tidak boleh diabaikan. “Kalau kekerasan terus terjadi, berarti ada yang tidak beres. Pemuda harus berani bertanya dan mengingatkan,” katanya.
Sementara, narasumber dialog, Dr. Nataniel Elake, menekankan bahwa pemuda memiliki tugas strategis untuk mengoreksi institusi penegak hukum, terutama kepolisian, ketika kejahatan terjadi namun tidak ditangani secara tuntas. Ia menyoroti fenomena kekerasan yang melahirkan kekerasan baru dan menciptakan siklus konflik tanpa ujung.
“Ada kejahatan yang terjadi, tetapi tidak selesai. Akibatnya, kekerasan melahirkan kekerasan lain. Negara seharusnya hadir memberi jaminan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat,” tegas Nataniel.
Menurutnya, negara tidak boleh absen atau tampak lalai dalam menjalankan fungsi dasarnya. Ia menilai, kehadiran negara yang kuat dan responsif sangat menentukan keberhasilan pencegahan konflik sosial di daerah-daerah rawan.
Pandangan senada disampaikan tokoh senior Muhammadiyah Maluku sekaligus Anggota DPRD Maluku, Wahid Laituppa.
Ia mengaku fenomena kekerasan yang terjadi belakangan ini sangat mengiris hati nurani. Meski konflik dalam kehidupan sosial dinilainya sebagai sesuatu yang wajar, namun kekerasan yang berulang menunjukkan rendahnya kesadaran sosial dan dipengaruhi berbagai faktor.
“Faktor politik, ekonomi, dan faktor lain masih dalam konteks analisis. Bahkan hal-hal kecil dalam relasi manusia bisa memicu konflik,” ujar Wahid.
Wahid mengingatkan agar setiap peristiwa kekerasan tidak digiring menjadi stigma terhadap kelompok, suku, atau identitas tertentu. Menurutnya, generalisasi semacam itu justru memperbesar konflik.
“Jangan mengeliminir kekerasan ke kelompok atau suku. Sampaikan fakta secara objektif, antar siapa dan bagaimana peristiwanya. Itu jauh lebih membantu daripada memantik emosi kelompok tertentu,” katanya.
Ia juga menegaskan bahwa tidak ada satu pun agama yang mengajarkan kekerasan.
“Agama apa pun, baik Islam, Kristen, dan lainnya, tidak mengajarkan kekerasan. Tugas kita bersama, terutama pemuda, adalah menjaga kedamaian dan menjadi pelopor perdamaian di Maluku,” ujar Wahid.
Pemikiran kritis turut disampaikan Prof. Dr. Anderson Leonardo Palinussa yang menilai persoalan kekerasan tidak bisa dilepaskan dari kelalaian pihak-pihak yang memiliki kewenangan.
Ia menekankan pentingnya mitigasi sejak dini di kawasan rawan konflik. “Saya tidak menyebut pembiaran, tetapi ada kelalaian. Harusnya ada mitigasi lebih dini,” katanya.
Prof. Anderson menyatakan dukungannya terhadap dorongan Pemuda Muhammadiyah Maluku agar dibangun satuan kepolisian di wilayah yang dinilai rawan, seperti kawasan Kebun Cengkeh.
Ia mengapresiasi keberanian PWPM Maluku dalam menyuarakan kritik konstruktif.
“Pemuda Muhammadiyah Maluku harus lebih keras bersuara untuk mengoreksi. Itu akan berdampak positif bagi pembangunan Maluku,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya menjaga karakter kemalukuan yang berlandaskan kelembutan, tetapi tetap tegas dalam prinsip persaudaraan.
Selain itu, ia mendorong organisasi kemasyarakatan, OKP, dan elemen kepemudaan lainnya untuk saling mendukung dan menjaga keharmonisan lintas organisasi.
“Jangan saling menyalahkan. Mari kita bangun Maluku bersama,” katanya.
Dialog tersebut turut dihadiri Ketua Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Muhammad Anshari, yang mengapresiasi inisiatif PWPM Maluku.
Mantan ketua Pemuda Muhammadiyah Maluku itu menilai dialog “Doktrin” sebagai langkah penting dalam membangun kesadaran kritis pemuda serta memperkuat peran organisasi kepemudaan dalam menjaga keamanan, perdamaian, dan kohesi sosial di Maluku.***

