Site icon Cakra News

Istri Ketua KPU SBT Diangkat Jadi Kepala Puskesmas Setelah 12 Tahun Tidak Bertugas, Ketua Nanaku Maluku: Segera Tinjau Ulang

Ambon, CakraNEWS.ID — Pengangkatan Siti Juleha Sehwaky sebagai Kepala Puskesmas Air Kasar, Kecamatan Tutuk Tolu, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), memicu polemik publik. Pasalnya, Sehwaky yang diketahui merupakan istri Ketua KPU SBT, dikabarkan tidak aktif menjalankan tugas sebagai tenaga kesehatan selama lebih dari 12 tahun.

Melalui siaran pers yang diterima redaksi CakraNEWS.ID, Senin (28/4/2025), Ketua Nanaku Maluku, Usman Bugis, meminta Bupati SBT untuk segera meninjau ulang keputusan pengangkatan tersebut. Ia menilai proses pengangkatan Siti Juleha Sehwaky sarat dengan kepentingan pribadi dan tidak melalui prosedur birokrasi yang semestinya.

“Pengangkatan ini jelas tidak proporsional. Kita bicara tentang pelayanan kesehatan masyarakat, bukan tentang kompromi jabatan. Bupati harus tegas meninjau kembali pengangkatan yang tidak memenuhi aspek profesionalitas dan disiplin ini,” tegas Usman.

Usman menjelaskan, berdasarkan catatan yang diterimanya, Siti Juleha selama bertugas di Puskesmas Amarsekaru dan Puskesmas Air Kasar Kecamatan Tutuk Tolu, kerap absen dalam menjalankan tugas. Bahkan, sejak 2014 hingga 2025, yang bersangkutan nyaris tidak pernah aktif bertugas di fasilitas pelayanan kesehatan tersebut.

“Bagaimana mungkin seseorang yang 12 tahun tidak menjalankan tugasnya secara konsisten, tiba-tiba diangkat menjadi kepala puskesmas? Ini bukan hanya kelalaian administratif, tetapi juga pelecehan terhadap semangat reformasi birokrasi dan profesionalitas pelayanan publik,” lanjutnya.

Lebih lanjut, Usman menyoroti ketidaklayakan Siti Juleha berdasarkan ketentuan umum pengangkatan kepala puskesmas. Menurutnya, ada tiga syarat utama yang seharusnya dipenuhi, yakni kompetensi manajerial, kemampuan teknis di bidang kesehatan masyarakat, serta kapasitas komunikasi yang baik dengan masyarakat dan seluruh stakeholder.

“Calon kepala puskesmas harus sudah mengikuti pelatihan manajemen pengelola puskesmas. Ini standar dasar, tidak bisa diabaikan. Tapi faktanya, yang bersangkutan belum pernah mengikuti pelatihan tersebut. Secara etis dan prosedural, pengangkatan ini cacat,” bebernya.

Usman menegaskan, alih-alih diangkat menjadi kepala puskesmas, Siti Juleha seharusnya mendapat sanksi disipliner berat atas kelalaiannya selama bertahun-tahun.

“Sesuai aturan kepegawaian, absensi tanpa alasan yang sah selama bertahun-tahun dapat menjadi dasar pemecatan, bukan promosi jabatan,” tandasnya.

Dalam kesempatan itu, Usman mengingatkan Bupati SBT agar lebih selektif dan objektif dalam menempatkan aparat pemerintahan di semua level, mulai dari OPD hingga unit pelayanan terkecil di kecamatan dan desa.

“Gerak cepat yang diusung bupati harus diterjemahkan ke dalam kerja nyata seluruh aparatur pemerintahan, bukan sekadar slogan. Penempatan pejabat harus mempertimbangkan kompetensi, kinerja, dan loyalitas terhadap visi-misi pembangunan daerah, bukan berdasarkan hubungan keluarga atau kedekatan politik,” katanya.

Menurut Usman, pelayanan publik yang efektif berawal dari penataan birokrasi yang bersih dan profesional. Jika proses rekrutmen pejabat publik diwarnai oleh kepentingan tertentu, ia khawatir hal itu akan berdampak buruk pada upaya mempercepat pembangunan daerah.

“Kalau yang diangkat tidak disiplin dan tidak kompeten, bagaimana mungkin kita berharap pelayanan kesehatan kepada masyarakat berjalan optimal, Kita harus mulai dari hal-hal prinsipil seperti ini,” tegas Usman.

Menutup keterangannya, Usman meminta Bupati SBT untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pengangkatan kepala puskesmas dan memastikan bahwa setiap jabatan publik diisi oleh orang-orang yang benar-benar layak dan berdedikasi.

“Kami berharap ada langkah konkret, bukan hanya pembenaran. Jangan sampai masyarakat dikorbankan karena kebijakan yang salah,” tutupnya.***CNI-01

Exit mobile version