Jamadi Desak Pemkab Libatkan Tiga Batang Air Tetapkan Negeri, Sosal Nilai Resiko Penetapan

Lintas Nusantara News Politik

Jamadi menegaskan, Pemda harus membentuk tim percepatan penetapan negeri dengan melibatkan tokoh-tokoh dari tiga Batang Air. Sementara Rully Sosal menilai pemerintah daerah bukan sengaja menunda penetapan negeri.

PIRU,CakraNEWS.ID- DPRD Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) pada dasarnya telah menjalankan seluruh pentahapan yang tujuannya untuk membentuk tiga Peraturan Daerah (Perda) tentang negeri adat di SBB.

Ketiga peraturan yang nantinya mengikat serta mengangkat masyarakat adat Saka Mese Nusa tersebut diantaranya, Perda Tentang Negeri Adat, Perda Tentang Saniri Negeri Adat dan Perda Penetapan Negeri-Negeri Adat.

Dari ketiga project rancangan tersebut, baru dua rancangan perda yang disahkan. Yakni Perda Tentang Negeri dan Perda Tentang Saniri Negeri. Kedua perda tersebut disahkan pada tanggal 23 September 2019 lalu. Tepat masa akhir jabatan DPRD periode 2014-2019.

Dalam sidang yang juga dihadiri Bupati M. Yasin Payapo saat itu (23 September), Bupati keberatan untuk menetapkan kedua perda tersebut dengan alasan projcet penetapan daerah belum rampung.

Atas desakan serta hujan intruksi DPRD kala itu, Bupati terpaksa menandatangani/mengesahkan dua perda tersebut.

Jamadi Darman, ketua komisi I DPRD SBB , Rabu (15/07) menegaskan, tugas DPRD sudah selesai dalam membentuk perda yang mengatur tentang negeri-negeri adat.

Menurut anggota DPRD dua periode ini, dengan disahkan-nya dua Ranperda (Perda Negeri dan Saniri Negeri) oleh Bupati, sudah barang tentu seluruh tahapan telah dijalankan. Seperti team kajian dari akademisi hingga uji publik yang digelar di gedung Hatu Telu tahun 2019 lalu.

“Saat ini hanya menungu Pemerintah Kabupaten menetapkan mana negeri adat dan mana yang bukan. Karena penetapan itu gawenya eksekutif. Bukan legislatif,” akui dia.

Politisi Partai Amanat Nasional ini mengendus ketidak sesuaian rekomendasi DPRD saat itu kepada eksekutif dan apa yang dijalankan eksekutif saat ini.

“Salah satu rekomendasi yaitu, meminta eksekutif membentuk team penetapan negeri. Bukan team pengkajian.”

“Yang kita temui hari ini, eksekutif dalam hal ini Pemerintah Daerah membentuk team pengkajian. Ini pengerdilan hak masyarakat adat. Dasar dari penetapan negeri adat sudah disahkan. Lalu kapan penetapan,” tanya dia keheranan.

Ketua Barisan Muda (BM) PAN Provinsi Maluku ini mendesak pemerintah daerah SBB segera menetapkan negeri-negeri adat.

“Ini pengerdilan. Jadi kalau bisa cepat ditetapkan. Rekomendasi kita waktu itu kepada Eksekutif adalah bentuk team untuk penetapan bukan kembali mengkaji apa yang sudah dikaji. Buang-buang anggaran ini namanya,” cetus dia.

Jamadi menegaskan, Pemda harus membentuk tim percepatan penetan negeri dengan melibatkan tokoh-tokoh dari tiga Batang Air agar mempermudah dalam penentuan mana desa dan mana negeri adat. Karena juknisnya jelas, ketua tim sekretaris daerah, OPD terkait tokoh masyarakat/tokoh adat dan camat-camat se-kabupaten SBB.

“Tiga Saniri batang air harus Pemda libatkan dalam penentuan negeri adat, itu penting karena ini menjadi ruh terhadap penetapan desa menjadi negeri adat,” tutupnya.

SEMENTARA Rully Said Sosal DPRD fraksi partai Hanura mengaku, legislatif SBB telah menjalankan tugasnya. Tinggal penetapan yang merupakan Pekerjaan Rumah (PR) Pemerintah Daerah.

Dirinya menegaskan, PR besar itu bukan saja dikerjakan eksekutif, tetapi bagaimana lembaga legislatif memberikan dorongan untuk ini harus diselesaikan.

Dirinya menjelaskan, hal ini perlu didudukan secara matang. Agar masyarakat tidak salah menilai apa yang dikerjakan eksekutif maupun legislatif.

Sosal mengaku, draf penetapan negeri-negeri karya DPRD peridoe 2014-2020 perlu bayak pembenahan. Apalagi soal penetapan Negeri Adat.

“Setelah katong pelajari draf yang sebelumny telah diajukan. Bukan amburadul. Tapi butuh banyak pembenahan,” akui dia.

DPRD asal Dapil II itu menerangkan, pembenahan yang dimaksud meliputi metode penulisan maupun hal tehnis atau fakta lapangan yang ada di masyarakat adat SBB.

Dalam isi perda itu sendiri, lanjut Sosal, akan berimplikasi negatif kepada beberapa unsur kehidupan masyarakat adat di SBB jika dipaksakan untuk disahkan.

Alasannya kerena ada beberapa desa-desa yang komplain itu. Baik dari desa adat yang menginginkan agar desa-desa tidak masuk dalam kategori desa adat maupun desa-desa yang menginginkan dia masuk dalam desa adat.

“Jadi ini resikonya besar. Dia bisa berjung pada konflik horizontal antara sesama masyarakat desa adat yang hidup dalam satu kawasan,” akui Rully menilai.

Menggunakan dialeg santai, politisi partai Hanura itu mencontohkan sejumlah kasus di wilayah Elpaputih.

“Katong ambe contoh saja kaya Mani. Ada beberapa desa yang di Elpaputih. Kalau secara undang-undang, empat desa ini disebut desa fikif. Dia seng pantas diterima. Karena bukti fisik sebagai syarat serta anjuran bahwa harus ada desanya. Dalam desa harus ada berapa Kepala Keluarga. Berapa Jiwa berapa buah Rumah itu harus ada. Tapi nyatanya sampai hari ini, desa tidak ada. Yang ada itu hanya bekas desa. Masyarakat desa Mani sudah hidup menyebar dan tidak hidup di desanya. Tapi ada yang mau mekasakan untuk dibentuk jadi desa. Sementara dalam isyarat UU no 06 tahun 2014 itu, belum ada pembentukan desa baru. Termasuk desa adat. Masalah ini kalau di wilayah Elpaputih munuai Polemik berujung masalah. Karena masyarakat juga memiliki dasar fikir yang jelas,” akui dia.

Melalui pengamatannya, Sosal menegaskan, tim kajian sudah dibentuk oleh Pemkab SBB. Tim yang dibentuk dengan tujuan membenahi Perda, agar segera disahkan. Salah satu langkah cepat yang tengah digalakan ialah memetakan mana masyarakat adat dan masyarakat non adat. Tidak sampai disitu. Team juga memetakan, masyarakat adat Pribumi dan masyarakat adat non pribumi.

Sosal juga menyinggung Perda tentang adat dan perda tentang Saniri yang begitu lemah. Menurut dia perlu juga dibenahi. Tapi tentu butuh waktu yang panjang.

“Pemerintah daerah bukan sengaja menunda penetapan negeri. Melainkan Pemerintah menimalisir resiko negatif yang bisa muncul jika perda itu ditetapkan. Salah satu resiko itu ialah masalah tapal batas. Sementara semua orang tahu kalau sering terjadi konflik di masyarakat persoalan itu,” akui dia.*** CNI-02

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *