Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Saka Mese Nusa Dalam Ancaman

Hukum & Kriminal

Ambon,CakraNEWS.ID-Penetapan negeri adat di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) oleh pemerintah daerah (Pemda) hingga kini belum mendapat titik terang. Pemerintah daerah dan DPRD SBB pun dinilai gagal melindungi hak masyarakat adat.

Hal ini berkaitan erat dengan pokok pikiran yang selama ini digunakan Pemda SBB yang diklaim sepihak sangat benar, tapi sesungguhnya keliru. Pokok pikiran Pemda tidak searah dengan kemauan masyarakat adat, sehingga tidak tereksekusi peraturan daerah tentang penetapan negeri adat di kabupaten bertajuk Saka Mese Nusa.

Farham Suneth, akademisi jebolan Universitas Pattimura kepada wartawan, Rabu (12/10/2022) menyatakan, pemerintah kabupaten SBB gagal paham dalam menyikapi kemauan masyarakat mendudukan negeri adat. Padahal kemauan masyarakat terbilang sederhana, yakni pemerintah ikut serta melindungi tatanan adat, hak ulayat, serta wibawa para leluluhur yang dihormati turun temurun.

“Jadi jika dipelajari, perintah Pilkades oleh penjabat Bupati SBB berdasar Peremendagri nomor 1 tahun 2017. Sisi lain mereka lupa adanya Permendagri nomor 52 tahun 2014. Tentang pedoman pengakuan dan perlindungan kesatuan masyarakat hukum adat. Ini perlu di pertegas. Jangan salah ambil keputusan. Harusnya semua instrumen Pemda, dari bidang hingga asisten serta staf ahli Bupati berfikir lebih keras lagi soal ini,” tegas Suneth.

Lebih lanjut, Suneth menilai, instrumen pemerintah daerah tidak efektif dalam kerja. Sehingga, para pengambil kebijakan dan keputusan terperangkap dalam kondisi yang ada.

“Harus berfikir untung rugi dalam kebijakan pemerintah daerah. Yang dilakukan hari ini, menentukan seperti apa masa depan negeri-negeri nantinya. Tentu kalau Pilkades sebagaimana perintah Bupati digelar, sama halnya dengan telah menodai serta melawan hukum tatanan adat masyarakat,” pungkas Suneth.

Terpisah disampaikan Marcel Maspaitela praktisi hukum kepada wartawan saat dimintai komentarnya. Senada dengan yang disampaikan Suneth, Marcel mengakui adanya kekeliriuan oleh pemerintah daerah SBB menerjemahkan permendagri yang ada.

Maspaitela yang sementara tengah mengadvokasi persoalan tersebut mengaku, pemerintah daerah menggunakan Permendagri nomor 1 tahun 2017 untuk mengalihkan desa menjadi desa adat. Seharusnya Penjabat Bupati mengacu pada Permendagri nomor 52 tentang pedoman dan pengakuan perlindungan masyarakat adat terkait dengan identitas negeri sebagai kesatuan masyarakat hukum adat.

“Identitas negeri sebagai kesatuan masyarakat adat sudah hidup sejak Indonesia merdeka. Jangan dimatikan dengan ketidak pahaman hukum. Itu pointnya,” kata Marcel.

Lebih lanjut dijelaskan, indentitas negeri memiliki sifat Genologi Teritorial. Sedangkan desa atau desa adat, sebagimana dimaksud dalam pasal 1 point 8 Permendagri 1 nomor 17 tentang penetapan desa sudah sangat jelas menyebutkan bahwa desa, adalah desa. Dan desa adat atau sebutan lain selanjutnya disebut desa. Adalah kesatuan masyarakat hukum (Hukum Negara).

“Artinya bahwa, yang dimaksud Pemda SBB untuk bertujuan mengalihkan status desa jadi status desa adat, adalah sama. Kesatuan masyarakat hukum, Bukan hukum adat. Jadi ada perbedaan hukum saja dan hukum adat,” tegas dia.

Dijelaskan, yang diperjuangkan pihaknya adalah, negeri sebagai kesatuan masyarakat hukum adat. Itu yang perlu dipertegas. Dan Bupati dan seluruh instrumennya harus berfikir soal ini.

Kalau mempedomani, Permendagri nomor 52 tahun 2014 pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa, masyarakat hukum adat adalah warga negara Indonesia, yang memiliki karakteristik yang hidup berkelompok secara harmonis berdasar hukum adatnya memiliki ikatan atas asal usul leluhur dan atau kesamaan tempat tinggal, terpadat hubungan yang kuat dengan tanah dan lingkungan hidup, dan serta adanya sistem nilai yang menentukan ekonomi, politikm, sosial Budaya, hukum dan memanfaatkan wilayah tersebut secara turun temurun.

“Sekali lagi, yang kita kejar dan kita tuntut dari pemerintah daerah dalam hal ini Bupati SBB untuk menerbitkan surat keputusan tentang perlindungan dan pengakuan negeri sebagai kesatuan masyarakat hukum adat. Sebagaimana di maksud dalam pasal 6 ayat 2 Permendagri 52 tahun 2014,” pungkasnya.*CNI-02

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *