Marasabessy: Penggalan Video Ketua PKK Maluku Tidak Perlu Dipolemikkan

Pemerintahan

Ambon, CakraNEWS.ID– Beberapa hari lalu, beredar potongan video Widya Murad Ismail yang menyebut “OPD saya”, kemudian dijadikan polemik. Berikut pula ada status yang menuliskan soal Burung Cenderawasih sebagai Mahkota yang dikenakan Ketua PKK Maluku itu.

Faisal Marasabessy, S.Sos, salah satu pemerhati Sosial dan Demokrasi di Maluku menyayangkan adanya tanggapan warga medsos perihal kegiatan di Aru tersebut.

“Sebenarnya kita tak perlu menghabiskan energi untuk hal yang bukan esensi dalam kritik membangun semacam begitu, masih banyak hal lain yang butuh disoroti,” ungkapnya membuka wacana, Minggu (26/09).

Menyikapi Video Ketua PKK di Aru Alumnus Universitas Darusalam itu menjelaskan, studi pragmatik memaklumi itu bukan sebagai OPD dibawah kendali beliau. Jadi maksudnya sudah tepat, penyampaiannya saja yang dianggap tidak lengkap.

“Kita tentu masih ingat polemik “Islam Nusantara”, sebagian Ulama memberi penjelasan dengan tambahan kata “di” di antara Islam dan Nusantara.  Pendeknya, salah banting lidah atau salah banting jari itu biasa, yang penting esensi penyampaian positif sudah bisa dipahami oleh pendengar atau pembaca,” terang Marasabessy.

Diketahui, Widya Murad Ismail juga membawa beberapa OPD ke Kepulauan Aru dalam kunjungannya. Faisal menambahkan, kalau di dalam Islam, ada pada Ilmu Nahwu, saya tidak salah ingat sewaktu Nusron Wahid menyikapi pernyataan Rocky Gerung soal Kitab Suci Fiksi, maka terdapat tiga konteks.

Pertama, konteks Kalam atau Teks. Kedua, konteks Tempat. Dan Ketiga, Konteks Kedudukan. Kalau dikaitkan dengan setting video tersebut dan pertanyaannya maka jelas Ibu Widya tidak bermaksud merendahkan tupoksi OPD, apalagi kalau sampai dianggap menyalahi hukum Satwa yang dilindungi (Maksudnya Mahkota Cenderawsih, red). Mengapa? Karena jelas beliau Ketua PKK, yang berikut Burung itu memang Satwa langka tapi dia bagian dari atribut budaya Masyarakat Aru.

“Coba anda lihat Papua, apakah dipakai oleh Masyarakat adat atau Tokoh Adat lantas bisa dijerat hukum? Kan tidak demikian. Jadi jangan cari-cari kesalahan yang bukan substantif atau esensial lah. Jangan sampai ruang publik dipenuhi oleh maaf, sampah elektronik,” singkatnya.*** CNI-02

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *