Site icon Cakra News

Papalele Square Akan Dibangun, Merekonstruksi Warisan Lokal Jadi Simbol Baru Kota Ambon

Ambon, CakraNEWS.ID– Di bawah kepemimpinan Wali Kota Bodewin M. Wattimena dan Wakil Wali Kota Ely Toisutta, Pemerintah Kota Ambon menggagas pembangunan Papalele Square, sebuah pasar representatif yang akan menjadi ruang khusus bagi para pedagang tradisional perempuan Ambon, yang dikenal sebagai Mama-mama Papalele.

Gagasan ini tidak hanya mencerminkan janji politik, tetapi juga menjadi langkah konkret menata keadilan sosial dan merawat identitas budaya Kota Ambon.

Wali Kota Ambon, dalam program Wali Kota dan Wakil Wali Kota Jumpa Rakyat (WAJAR) di Balai Kota Ambon, Jumat (25/4/2025) lalu, menegaskan bahwa pembangunan Papalele Square adalah bentuk keberpihakan terhadap komunitas asli Ambon yang selama ini terpinggirkan di tengah arus modernisasi kota.

“Ini bukan sekadar proyek infrastruktur. Ini tentang memberi ruang yang layak bagi warga asli kota ini, yang selama bertahun-tahun bertahan menjajakan hasil kebun dan pangan lokal di trotoar atau jalanan kota. Mereka adalah simbol ketekunan dan budaya, yang kini saatnya kita beri tempat yang bermartabat,” ujar Bodewin.

Merekonstruksi Warisan Lokal Jadi Simbol Baru Kota

Papalele, sebuah tradisi ekonomi rakyat yang telah hidup sejak masa kolonial, bukan hanya bentuk perdagangan sederhana, tetapi juga representasi dari ketahanan pangan lokal, kearifan perempuan Ambon, dan nilai kerja keras.

Para Mama-mama Papalele biasanya mengenakan kebaya khas dan memikul hasil bumi di atas kepala mereka, berjalan kaki dari kampung menuju pasar, menjual hasil panen seperti sagu, pisang, hingga daun keladi.

Kini, melalui Papalele Square, tradisi tersebut akan diberi rumah baru, sebuah pasar yang bukan hanya menjadi pusat ekonomi, tetapi juga destinasi wisata budaya.

Konsep yang telah dirancang oleh Pemkot Ambon akan menjadikan lokasi Pasar Apung sebagai tapak pembangunan, lengkap dengan fasilitas modern, area UMKM, dan sentuhan arsitektur lokal yang menghormati identitas Ambon.

“Papalele Square bukan hanya tempat jual beli, tapi akan menjadi bagian dari narasi pariwisata kita. Wisatawan yang datang ke Ambon tidak hanya melihat pemandangan, tapi bisa mengalami langsung budaya ekonomi rakyat kita,” jelas Bodewin.

Tata Kota Inklusif dan Berbasis Identitas

Terobosan ini menjadi bagian dari upaya besar Pemkot Ambon untuk menata ulang kota secara lebih inklusif dan berakar pada sejarah.

Ambon sebagai kota tua di timur Indonesia memiliki narasi panjang sebagai pusat perdagangan rempah dan interaksi budaya.

Namun dalam perkembangannya, wajah kota sering kali melupakan kelompok masyarakat kecil yang justru menjadi denyut kehidupan sehari-hari kota.

Pembangunan Papalele Square juga akan dilengkapi dengan lahan parkir representatif bagi pengunjung kawasan Mardika—langkah yang tidak hanya memfasilitasi pengunjung tetapi juga menata lalu lintas dan estetika kota.

“Kita ingin membangun kota yang bukan hanya modern, tapi punya jiwa. Kota yang memberi ruang pada semua lapisan masyarakatnya. Ini soal keadilan dan warisan budaya,” tambahnya.

Masa Depan Kota yang Lebih Adil dan Manusiawi

Dengan rencana pembangunan dimulai tahun depan, Papalele Square menjadi salah satu simbol dari arah baru Kota Ambon: kota yang tumbuh tanpa meninggalkan akarnya.

Kepemimpinan Bodewin–Ely berupaya menghadirkan pembangunan yang tidak melulu vertikal dan betonisasi, tetapi pembangunan yang memberi ruang pada sejarah, budaya, dan manusia.

Masyarakat Ambon diyakini melihat secercah harapan, bahwa suara Mama-mama Papalele, yang selama ini bersahaja namun kuat, akhirnya didengar, dan bahwa kota ini sedang ditata bukan hanya untuk masa kini, tetapi demi generasi yang akan datang.***

Exit mobile version