Site icon Cakra News

Sejarah Tidak Mencatat Asal-Usul, Tapi Pengabdian: Refleksi dari Pelantikan Sekda SBT

Bula, CakraNEWS.ID- Perjalanan sebuah daerah menuju kemajuan tidaklah ditentukan hanya oleh garis keturunan atau tempat kelahiran semata, melainkan oleh dedikasi, integritas, dan kompetensi yang ditunjukkan para pelayan masyarakatnya. Hal inilah yang perlu kita renungkan bersama menyusul pelantikan Ahmad Quadri Amahoru sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) definitif Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT).

Tidak dapat dipungkiri, dalam dinamika sosial-politik lokal, sering muncul riak-riak yang mempertanyakan asal-usul seseorang ketika dipercaya memegang jabatan penting. Ada pihak yang mencoba menggiring opini bahwa Sekda yang baru bukanlah “anak negeri”, seakan-akan hal itu menjadi tolok ukur utama dalam menentukan kelayakan memimpin roda birokrasi.

Padahal, sejarah panjang pengabdian beliau di birokrasi SBT justru membuktikan sebaliknya Pak Ahmad Quadri Amahoru telah lama membaktikan diri, mengabdi dengan penuh tanggung jawab, dan menghadirkan kontribusi nyata bagi negeri ini.

Kita perlu menegaskan kembali, kemajuan daerah tidak dibangun atas klaim siapa pribumi dan siapa bukan, melainkan atas kerja nyata dan komitmen membangun bersama.

Apalagi, beliau adalah putra Maluku, lahir dari rahim Nusa Ina yang sarat dengan nilai budaya, keberagaman, dan semangat persaudaraan. Pengabdiannya bukan sekadar rutinitas birokrasi, melainkan bagian dari ikhtiar kolektif untuk menitipkan zamrud pembangunan bagi Kabupaten tercinta, Seram Bagian Timur.

Lebih jauh, penting dipahami bahwa regulasi birokrasi di Indonesia sudah jelas. Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah abdi negara, bukan abdi satu wilayah tertentu.

ASN dapat ditempatkan di mana saja demi kepentingan pembangunan bangsa. Padahal, kalau kita mau jujur, sistem birokrasi Indonesia telah diatur secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Di dalamnya ditegaskan, ASN adalah abdi negara yang dapat ditempatkan di mana saja untuk kepentingan bangsa dan daerah.

Selama memiliki kapasitas, integritas, dan loyalitas, mereka berhak menjalankan amanah. Dengan demikian, jabatan Sekda bukanlah hak eksklusif kelompok tertentu, melainkan ruang pengabdian bagi siapa pun yang mampu dan layak secara profesional.

Namun, di tengah langkah maju ini, masih saja ada pihak yang mencoba merusak suasana dengan menyebarkan selebaran berisi kritik yang tidak konstruktif. Lebih ironis lagi, selebaran itu menampilkan foto pimpinan daerah dan keluarga, serta menyematkan sindiran bahwa Seram Bagian Timur seolah-olah “Seram Bagian Terluar”. Tentu hal ini menimbulkan pertanyaan apakah kita benar-benar sedang memperjuangkan kemajuan daerah, atau sekadar mencari sensasi murahan untuk memecah belah masyarakat?

Mari kita lihat realita birokrasi di SBT berdasarkan data kepegawaian daerah pada tahun 2024 dari jumlah kurang lebih 78% adalah putra-putri asli SBT, tersebar pada berbagai level jabatan struktural dan fungsional. Sementara itu, 22% sisanya adalah ASN dari luar SBT, baik dari Maluku maupun daerah lain di Indonesia.

Itu artinya bahwa mayoritas birokrasi SBT memang dibangun oleh anak negeri sendiri. Namun, apakah kehadiran 22% ASN dari luar SBT menjadi masalah? Tentu tidak! Justru kehadiran mereka memperkaya pengalaman, perspektif, dan kompetensi birokrasi. Inilah esensi kebinekaan dalam birokrasi Indonesia.

Dari hal tersebut kesimpulannya bahwa Sekda Ahmad Quadri Amahoru sendiri bukanlah orang asing. Beliau lahir dari rahim Nusa Ina, tanah Maluku, dan telah mengabdi bertahun-tahun dalam birokrasi SBT. Catatan pengabdian beliau membentang luas dari memimpin OPD strategis hingga merancang program pembangunan yang menyentuh langsung kepentingan masyarakat. Jadi, bagaimana mungkin sosok yang sudah berakar dalam birokrasi daerah ini dianggap “bukan anak negeri”?

Kita harus belajar bijak. Masyarakat SBT hari ini sudah cerdas. Mereka bisa membedakan antara kritik membangun dan isu murahan. Mereka menginginkan pemimpin yang lahir dari gagasan baik, bukan dari caci-maki. Mereka butuh energi kolektif untuk menyatukan visi, bukan menghamburkan tenaga untuk menjatuhkan sesama.

Pemerintahan bukanlah pekerjaan mudah. Ia menuntut kerja nyata, pemikiran visioner, serta kolaborasi yang kuat antara pemimpin dan masyarakat. Di sinilah kita harus berhenti sejenak dan bertanya kepada diri sendiri apakah kita ingin dikenal sebagai generasi yang saling meruntuhkan, atau sebagai generasi yang bergandengan tangan demi kesejahteraan bersama?

Mari kita sadari, membangun daerah adalah kerja kolektif. Tidak bisa hanya mengandalkan satu figur atau satu kelompok. Dibutuhkan kepercayaan, dukungan, dan kesediaan kita semua untuk berpikir positif, menyatukan langkah, dan menumbuhkan semangat kebersamaan. Hanya dengan cara itulah kita bisa memastikan bahwa kemajuan Seram Bagian Timur akan sejalan dengan kesejahteraan rakyatnya.

Pada akhirnya, pelantikan Ahmad Quadri Amahoru bukan sekadar penempatan seorang pejabat pada pos birokrasi tertinggi, tetapi juga simbol bahwa kompetensi, pengalaman, dan pengabdianlah yang harus menjadi dasar pijakan kita. Jika kita bersatu dalam semangat itu, maka SBT tidak hanya akan berdiri tegak sebagai kabupaten yang maju, tetapi juga sebagai contoh bahwa kebersamaan lebih kuat daripada perbedaan.

Kita harus ingat, pemerintahan adalah kerja kolektif. Bupati, Wakil Bupati, Sekda, DPRD, hingga seluruh ASN adalah bagian dari mesin besar yang harus bergerak seirama. Mengurus birokrasi bukanlah pekerjaan mudah. Dibutuhkan sinergi, gagasan besar, dan kerja nyata.

Di sinilah peran masyarakat juga krusial mendukung pemimpin, bukan menjatuhkannya. Memberikan kritik, tapi kritik yang membangun. Menawarkan solusi, bukan sekadar menyebar fitnah.
Sekda Ahmad Quadri Amahoru telah resmi dilantik. Kini, tugas kita bersama adalah memastikan birokrasi berjalan lurus di bawah kepemimpinan beliau.

Mari kita jadikan momentum ini sebagai titik balik untuk meninggalkan pola pikir sempit berbasis asal-usul, dan beralih menuju paradigma baru birokrasi berbasis kompetensi, profesionalisme, dan pengabdian. Karena pada akhirnya, sejarah tidak akan mencatat siapa “anak negeri” atau bukan. Sejarah hanya akan mencatat siapa yang sungguh-sungguh berbuat untuk negeri.

Bula, 26 September 2025
Baim Abdullah Rumadaul (Wakil Sekretaris BPC HIPMI Kabupaten SBT)

Exit mobile version