Piru, CakraNEWS.ID– Rapat audiensi yang digelar Pemerintah Daerah Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) bersama DPRD, masyarakat Dusun Pelita Jaya Desa Eti, dan pemilik lahan keluarga Olswezcky, Senin (22/9/2025), berakhir ricuh.
Manajer PT SIM, Eko, tiba-tiba meninggalkan ruang rapat di lantai II kantor bupati sebelum pertemuan mencapai kesimpulan.
Audiensi yang dipimpin Sekretaris Daerah Levener Alvin Tuasuun bersama Wakil Ketua I DPRD Arifin Pondan Chrisya dan Wakil Ketua II DPRD Abdul Rauf Latulumamina, serta didampingi sejumlah anggota DPRD dan kepala OPD, membahas konflik berkepanjangan antara PT SIM dan masyarakat Pelita Jaya.
Masyarakat menolak keras perluasan lahan PT SIM yang dianggap dilakukan tanpa kesepakatan awal.
Bahkan, perusahaan dituding melepas hak lahan warga dengan nilai hanya Rp5 juta per hektare tanpa sepengetahuan pemilik sah. Meski Pemerintah Desa Eti disebut mendukung operasi PT SIM, warga tetap menolak kebijakan sepihak tersebut.
Ironisnya, rapat yang diharapkan menjadi titik temu justru diwarnai aksi kabur Manajer PT SIM.
Tindakan itu dinilai tidak menghargai forum resmi yang dipimpin pemerintah daerah dan DPRD.
“Rapat belum selesai, tiba-tiba manajer PT SIM lari keluar dengan alasan ingin menutup aktivitas perusahaan di SBB. Ini jelas mencederai proses mediasi yang sedang berjalan,” tegas Tuasuun, Ketua Tim Penyelesaian Sengketa Lahan.
Wakil Ketua II DPRD, Abdul Rauf Latulumamina, mengungkapkan sebenarnya rapat sudah hampir mencapai kesepakatan terkait lahan seluas 15 hektare yang disengketakan.
Dua poin utama siap dibacakan, yakni:
- Penyelesaian melalui mediasi kekeluargaan antara keluarga Olswezcky dan masyarakat Dusun Pelita Jaya.
- Jika mediasi gagal, maka jalur hukum akan ditempuh.
Namun, sebelum kesimpulan itu diumumkan, manajer PT SIM memilih meninggalkan ruangan sambil menyatakan perusahaan akan menutup operasi permanen di SBB per 30 September 2025.
“Ini menunjukkan PT SIM tidak memiliki itikad baik untuk menyelesaikan masalah secara kekeluargaan maupun hukum. Mereka lebih memilih mundur daripada duduk bersama,” ujar Latulumamina.
Meski demikian, pemerintah daerah masih berupaya menjaga iklim investasi di SBB.
“Kami tetap membuka ruang dialog hingga ada surat resmi dari pimpinan PT SIM terkait penutupan permanen,” tambah Tuasuun.
Kehadiran sejumlah pejabat penting di rapat tersebut, di antaranya Andy Nur Akbar, Anwar Tiha, Monica Istia, Juadi, Rudin Tomia, Asrul Kaisuku, Ridal Kaisupy, Fredy Pentury, dan Grek Suripaty, menegaskan betapa seriusnya pemerintah menyelesaikan konflik lahan yang sudah bertahun-tahun berlangsung.***