Ambon, CakraNEWS.ID – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Ambon, melalui Komisi I, menggelar rapat dengar pendapat (RDP) untuk menindaklanjuti polemik sengketa kepemilikan lahan di kawasan Jakarta Baru, Negeri Passo, Kecamatan Baguala.
Sengketa ini berkaitan dengan lahan bersertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) Nomor 170 atas nama PT Karya Bumi Nasional Perkasa (PT KBNP), yang masa berlakunya diketahui telah berakhir pada 23 September 2023.
Rapat yang digelar di Ruang Paripurna DPRD Ambon pada Jumat (20/6), dihadiri oleh perwakilan PT KBNP, keluarga ahli waris Risampessy beserta kuasa hukum mereka, serta keluarga pemilik lahan yang berbatasan langsung—yakni keluarga Tuwatanassy, Parera, dan Latupella—dengan kuasa hukum Roos Jean Alfaris, SH., MH.
Kuasa hukum keluarga Risampessy, Noija Fileo Fistos, SH., MH., mengungkapkan keprihatinannya terhadap kegiatan pengukuran lahan yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Ambon pada 12 Juni 2025. Menurutnya, pengukuran tersebut dilakukan di atas tanah yang HGB-nya telah kadaluwarsa dan sedang dalam status sengketa hukum.
“Status HGB 170 sudah tidak berlaku lagi. Namun ironisnya, pihak PT KBNP tetap melakukan aktivitas pengukuran tanpa ada kejelasan hukum. Kami sudah coba meminta klarifikasi langsung kepada Kepala BPN Ambon, tetapi selalu gagal bertemu. Karena itu, kami meminta DPRD agar memfasilitasi pertemuan resmi dengan seluruh pihak terkait,” tegas Fistos.
Ia juga menyatakan bahwa pihak keluarga Risampessy secara tegas menolak seluruh bentuk aktivitas di atas lahan tersebut hingga ada kejelasan hukum. “Segala bentuk kegiatan di atas lahan itu harus dihentikan. Kami ingin mendengar langsung pernyataan resmi dari BPN,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi I DPRD Kota Ambon, Fadly Toisuta, menyampaikan bahwa pihaknya telah mengeluarkan dua rekomendasi utama untuk mengawal penyelesaian perkara tersebut.
Pertama, DPRD meminta agar Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) membuka ruang komunikasi dengan para ahli waris. Kedua, seluruh pihak yang bersengketa diminta untuk mengikuti prosedur hukum dan mengedepankan penyelesaian secara musyawarah.
“Kami mendorong agar persoalan ini diselesaikan secara normatif dan sesuai aturan hukum. Ini bukan hanya soal administrasi pertanahan, tetapi menyangkut stabilitas sosial masyarakat Negeri Passo. Kita harus cegah potensi konflik horizontal,” kata Toisuta.
Ia juga mengimbau masyarakat agar tidak mudah terpancing isu-isu provokatif yang bisa memperkeruh suasana. DPRD Kota Ambon, lanjut Toisuta, akan terus memantau perkembangan kasus ini dan memastikan prosesnya berjalan sesuai hukum yang berlaku.
“Kami akan terus mengawal penyelesaian sengketa ini agar tidak menimbulkan konflik di lapangan dan bisa diselesaikan secara adil melalui mekanisme hukum yang sah,” tutup Toisuta.