Ambon, CakraNEWS.ID– Panitia Kerja (Panja) DPRD Kota Ambon tengah membahas perumusan regulasi baru terkait pengelolaan sampah dan sistem retribusi, menyusul diterbitkannya Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.
Hal ini disampaikan oleh Anggota DPRD Kota Ambon, Zet Pormes, usai rapat bersama Dinas Lingkungan Hidup, para camat, serta kepala desa dan lurah se-Kota Ambon, Senin (21/07).
Menurut Pormes, rapat tersebut menjadi tahapan penting dalam menyelaraskan regulasi yang sudah ada, khususnya Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 12 dan 13 Tahun 2023, agar sesuai dengan Perda terbaru.
“Beberapa pasal dalam Perwali sebelumnya perlu direvisi agar tidak bertentangan dengan Perda yang baru. Kita ingin membentuk regulasi yang tepat, kontekstual, dan sesuai dengan turunan undang-undang,” jelasnya.
Selain itu, Panja juga menyoroti kesiapan fasilitas pengelolaan sampah seperti Tempat Pembuangan Sementara (TPS), armada pengangkut, gerobak, dan kendaraan tosa yang masih terbatas di beberapa wilayah.
“Karena pemerintah akan memungut retribusi sampah rumah tangga, maka fasilitas-fasilitas dasar seperti TPS dan armada pengangkut harus disediakan secara memadai,” ujarnya.
Dalam pembahasan tersebut, Panja juga mengundang para raja, kepala desa, lurah, dan camat karena pelimpahan kewenangan pengelolaan retribusi persampahan sebelumnya ada di tangan kecamatan.
Zet menilai perlu melibatkan aparatur desa hingga tingkat RT/RW agar pengelolaan lebih efektif dan menyentuh langsung masyarakat.
“Kalau aparatur desa bisa ikut membantu dalam pungutan retribusi rumah tangga dan tidak bertentangan dengan aturan yang berlaku, itu akan jauh lebih efektif,” tegasnya.
Terkait sistem pemungutan, Zet juga menyoroti tantangan pasca dihentikannya sistem retribusi melalui tagihan PLN. Perubahan ke sistem prabayar (token) menyebabkan kebocoran potensi pendapatan dari retribusi sampah rumah tangga.
“Kita kehilangan potensi PAD cukup besar karena PLN tidak lagi menyertakan retribusi dalam tagihan. Maka kita perlu merancang sistem baru yang memungkinkan pemungutan langsung di masyarakat,” kata Zet.
Menurutnya, tujuan utama dari retribusi adalah untuk memperbaiki sistem pengelolaan sampah secara menyeluruh, mulai dari lingkungan terkecil, penyediaan TPS, hingga mendukung program strategis pemerintah kota seperti RPJMD dan 17 program prioritas Wali Kota dan Wakil Wali Kota Ambon.
Di sisi lain, Pormes juga menanggapi isu terkait dugaan pungutan liar di Desa Waiheru yang dilakukan oleh pihak APLI (Asosiasi Pengelola Limbah Indonesia) yang bekerja sama dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Indag).
“Kalau kerja sama APLI dan Indag adalah untuk mengelola sampah dari kios dan badan usaha, itu sah karena ada perjanjian kerja. Tapi jika mereka juga memungut dari rumah tangga, itu bisa dianggap ilegal karena di luar kewenangannya,” jelasnya.
Pihaknya akan memanggil APLI dan Dinas Perindag dalam waktu dekat untuk mengklarifikasi informasi tersebut.
“Kita tidak bisa langsung menyimpulkan sebelum data dan fakta valid. Maka semua pihak akan kita undang agar tidak ada prasangka atau keputusan yang keliru,” pungkas Zet.
Ia berharap seluruh regulasi baru terkait pengelolaan persampahan dapat dituntaskan sebelum akhir tahun 2025, sehingga bisa masuk dalam penganggaran APBD Tahun 2026.***