IMM Cabang Ambon Soroti Dugaan Markup Anggaran di Dua Dinas Pemprov Maluku, Kritik Keras terhadap Kinerja Inspektorat
Ambon, CakraNEWS.ID– Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Cabang Ambon kembali melontarkan kritik tajam terhadap kinerja Inspektorat Provinsi Maluku, terutama dalam hal pengawasan terhadap dugaan penggelembungan anggaran (markup) di dua dinas strategis Pemerintah Provinsi Maluku.
Sorotan ini disampaikan oleh Ali Usemahu, aktivis Jas Merah Maron IMM Cabang Ambon, dalam pernyataan resminya kepada media pada Kamis, (29/05).
Menurut Ali, lemahnya fungsi pengawasan internal justru memperkuat dugaan adanya praktik penyimpangan anggaran secara sistematis.
Hal ini sejalan dengan temuan Komisi II DPRD Provinsi Maluku yang sebelumnya mengungkap sejumlah kejanggalan dalam pengelolaan anggaran daerah.
“Ini bukan hanya soal pelanggaran prosedural, tetapi persoalan mendalam tentang rusaknya sistem birokrasi kita. Jika Inspektorat ikut bermain atau memilih bungkam, maka rakyat kehilangan pelindung atas uang negara,” tegasnya.
Lebih lanjut, Ali menyoroti penunjukan dua Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) di lingkungan Inspektorat yang menurutnya tidak didasarkan pada kompetensi, melainkan kedekatan dengan pimpinan.
Akibatnya, hanya segelintir pihak yang mengendalikan kegiatan, sementara banyak pegawai lainnya tidak dilibatkan secara proporsional.
“Ada puluhan pegawai di Inspektorat, tapi hanya dua yang memegang seluruh kegiatan. Ini bukan birokrasi sehat—ini birokrasi bergaya kartel,” ungkapnya.
Tak hanya itu, Ali juga menyoroti lambannya penyelesaian proyek rehabilitasi Mess Maluku yang telah menyedot anggaran puluhan miliar dari APBD selama empat tahun terakhir.
Meski progres proyek belum tuntas, hasil audit internal belum juga dipublikasikan ke publik.
“Apa yang sedang ditutupi? Kalau bersih, buka hasil auditnya. Kalau tidak, DPRD harus segera membawa persoalan ini ke ranah hukum,” katanya menegaskan.
Selain itu, laporan BPK yang menemukan adanya kelebihan pembayaran akibat kekurangan volume pekerjaan di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan memperkuat dugaan bahwa penyimpangan anggaran terjadi di berbagai sektor, termasuk yang menyangkut masa depan pendidikan generasi muda Maluku.
Ali menilai kondisi ini sebagai sinyal bahaya yang dapat memperkuat budaya impunitas di kalangan birokrat apabila tidak segera ditindaklanjuti.
“Maluku tidak kekurangan sumber daya, yang kurang adalah keberanian untuk bersih. Inilah saatnya masyarakat sipil, mahasiswa, dan media bersatu untuk mengawal setiap rupiah dari anggaran daerah,” pungkasnya.*** CNI-04