Ambon, CakraNEWS.ID— Sabtu pagi yang biasanya tenang di ruas Jalan Trans Seram berubah menjadi saksi bisu keresahan puluhan warga. Di Desa Nurue, Kecamatan Kairatu, dan Dusun Waetoso, Desa Kawa, jalan utama itu dipalang—bukan untuk menghalangi, tetapi untuk menyuarakan harapan.
Aksi ini dimulai serentak pukul 10.00 WIT, dipicu oleh gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan PT SIM, perusahaan yang bergerak di sektor perkebunan pisang abaka.
Mereka yang diberhentikan bukan hanya kehilangan pekerjaan, tetapi juga kehilangan harapan akan masa depan yang telah dibangun perlahan bersama perusahaan.
Pemutusan hubungan kerja ini terjadi setelah adanya tekanan dari masyarakat Dusun Pelita Jaya, Desa Eti, Kecamatan Seram Barat, yang menolak aktivitas PT SIM di lahan yang masih berstatus sengketa.
Aksi penolakan itu kemudian ditindaklanjuti oleh Pemerintah Kabupaten Seram Bagian Barat melalui surat resmi dari Bupati Ir. Asri Arman, yang memerintahkan penghentian sementara aktivitas perusahaan di lokasi tersebut.
Keputusan ini berdampak luas, terutama bagi para pekerja lokal. Sebagian dari mereka berasal dari Desa Nurue dan Desa Kawa, mereka yang kini merasa kehilangan mata pencaharian karena keputusan yang diambil tanpa melibatkan suara mereka.
Dengan membawa pesan damai, para karyawan dan warga memalang jalan sebagai bentuk tuntutan. Mereka berharap pemerintah daerah dapat meninjau kembali kebijakan penghentian sementara tersebut, agar mereka bisa kembali bekerja dan menjaga penghidupan keluarga mereka.
Kapolsek Seram Barat, IPTU Muslim Renuf, bersama jajaran Polsek Piru dan personel Koramil 1513-01 Piru, tiba di lokasi pada pukul 11.14 WIT untuk melakukan mediasi. Dalam dialog bersama perwakilan karyawan PT SIM—Anwar Latumakulita, Nawawi Ely, dan Asmin Ely—Kapolsek menyampaikan bahwa aksi pemalangan jalan, walau bermaksud menyampaikan pesan, dapat mengganggu masyarakat lain yang membutuhkan akses ke wilayah sekitar.
“Kami mengerti kegelisahan yang dirasakan. Tapi mari kita jaga agar suara ini tetap damai, dan tidak merugikan sesama,” ujar Kapolsek dengan tenang.
Kapolsek juga menyampaikan pesan dari Kapolres SBB, AKBP Andi Zulkifli, bahwa aspirasi ini akan dibawa ke pembahasan DPRD Kabupaten SBB pada Senin dan Selasa, 28–29 Juli 2025. Para karyawan diminta untuk bersabar menantikan hasil dari proses tersebut.
Warga dan karyawan pun menyambut baik ajakan itu. Mereka sepakat membuka kembali jalan yang sempat terblokir, sembari menunggu kabar dari pembahasan di DPRD.
Namun, mereka juga menegaskan: bila tidak ada kejelasan hingga Rabu (30 Juli), mereka akan kembali menyuarakan aspirasi, kali ini dengan jumlah massa yang lebih besar.
Aksi ini tak sekadar tentang pekerjaan yang hilang, tetapi tentang manusia yang berharap, tentang suara yang ingin didengar, dan tentang perjuangan untuk hidup yang lebih baik. Hari itu, jalan Trans Seram tak hanya menghubungkan desa ke desa—tapi juga menghubungkan suara rakyat ke ruang-ruang pengambil kebijakan.***