Bula, CakraNEWS.ID — Dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) tahun 2025, Perpustakaan Insan Cita Kampung Wailolla, Desa Wailolla, Kecamatan Bula, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), menyelenggarakan talk show bertajuk “Masa Depan Pendidikan SBT di Era Digital dan Artificial Intelligence (AI)”.
Kegiatan yang berlangsung pada Jumat malam (2/5/2025) di Taman Baca Insan Cita, Kota Bula ini menghadirkan sejumlah tokoh pendidikan dan intelektual muda yang inspiratif.
Acara talk show ini menjadi ajang refleksi dan diskusi terbuka mengenai arah dan tantangan pendidikan di Kabupaten SBT, khususnya dalam menghadapi era transformasi digital dan kemajuan teknologi kecerdasan buatan (AI).
Sejumlah narasumber terkemuka turut dihadirkan dalam forum tersebut, antara lain Wakil Bupati SBT Muh. Miftah Thoha Rumarey Wattimena, Zulfirman Rahyantel Ph.D. Student di Cornell University, Amerika Serikat, serta Shulhan Rumaru Dosen UIN Jakarta, Rosna Sehwaky Kepala UPTD Pendidikan Kecamatan Teluk Waru. Diskusi dipandu oleh moderator Maryani Tuhuteru, seorang pegiat literasi muda di Kabupaten SBT.
Peserta yang hadir pun berasal dari latar belakang yang beragam, mulai dari organisasi kepemudaan (OKP/OKPI), badan eksekutif mahasiswa (BEM) kampus, pelajar dan guru, dosen, pengajar dari program Indonesia Mengajar, hingga masyarakat umum yang memiliki perhatian pada isu pendidikan.
Dalam pemaparannya, Wakil Bupati SBT menyampaikan bahwa berbicara soal pendidikan berarti berbicara tentang masa depan. Dia menegaskan bahwa tantangan dunia pendidikan saat ini tidak lagi hanya terletak pada akses dan fasilitas, tetapi juga pada kemampuan beradaptasi terhadap perkembangan digital dan teknologi AI.
“Kalau kita bicara tentang pendidikan, berarti kita bicara tentang masa depan,” tegas Wattimena di hadapan audiens.
Lanjutnya, “Saat ini kita sudah hidup di era digital, semuanya berbasis teknologi. Bahkan untuk belajar, anak-anak sekarang lebih memilih menggunakan YouTube selain dari buku.” terangnya.
Alumni Magister Universitas Gajah Mada itu juga menyoroti perubahan preferensi generasi muda dalam menyerap informasi dan ilmu pengetahuan. Menurutnya, minat belajar kini tidak lagi hanya terpaku pada metode konvensional, melainkan juga mengandalkan media digital sebagai alat bantu yang interaktif dan menarik.
“Anak-anak zaman sekarang belajar tidak hanya dari buku, tetapi juga dari YouTube. Ketika guru dianggap membosankan, mereka akan beralih ke media yang lebih menyenangkan. Ini adalah realita di era digital yang harus kita sadari,” ujarnya.
Lebih lanjut, Wattimena menekankan pentingnya literasi digital di tengah maraknya penggunaan gawai dan media sosial. Dia mengingatkan bahwa memahami informasi secara kritis serta mampu membedakan antara berita benar dan hoaks menjadi keterampilan wajib di era informasi.
“Literasi digital itu bukan soal seberapa canggih handphone kita, tapi bagaimana kita mampu memilah informasi, membaca secara kritis, dan tidak mudah terprovokasi oleh kabar yang belum terverifikasi,” jelasnya.
Tak hanya itu, orang nomor dua di Kabupaten berjuluk Ita Wotu Nusa itu mengingatkan soal pentingnya menjaga jejak digital.
“Apa yang kita unggah hari ini bisa menjadi rekam jejak seumur hidup. Banyak orang lupa untuk mengecek validitas sebelum membagikan sesuatu. Ini bisa berdampak buruk bukan hanya secara pribadi, tetapi juga pada komunitas,” jelasnya.
Sementara itu, Dahlan Rumesy, pengelola Perpustakaan Insan Cita, menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari upaya konkret mendorong semangat literasi dan pendidikan di tengah masyarakat SBT, terutama generasi muda.
Rumesy berharap kehadiran tokoh-tokoh inspiratif dalam forum ini bisa menjadi pemantik semangat perubahan di bidang pendidikan.
“Kami percaya bahwa kemajuan pendidikan bukan hanya tugas pemerintah, tetapi tanggung jawab bersama. Perpustakaan bukan sekadar tempat membaca, tetapi juga ruang berkumpul, berdiskusi, dan bertumbuh bersama,” kata Rumesy.
Talk show ini pun mendapat antusiasme tinggi dari peserta. Beberapa di antaranya mengajukan pertanyaan kritis seputar tantangan pendidikan lokal, kesenjangan digital, hingga bagaimana pelajar dan mahasiswa dapat mengoptimalkan teknologi sebagai sarana belajar dan berkarya.
Acara kemudian ditutup oleh moderator Maryani Tuhuteru dengan pesan kolaboratif dari para narasumber bahwa pembangunan sumber daya manusia di SBT membutuhkan sinergi semua pihak dari pemerintah, akademisi, pemuda, hingga masyarakat sipil.***CNI-06