Bawa Lari Anak Dibawah Umur Dari Ibu Kandung, Oknum HRD Perusahaan Elektronik Di Kota Batam Diringkus Polisi

Hukum & Kriminal

Batam,CakraNEWS.ID- Kecintaan kepada keponakan, yang telah ditinggal oleh ayah kandung yang meninggal dunia, membuat Junan alias JG (48) salah seorang HRD pada sebuah perusuhaan elektronik di Kota Batam, nekat membawa kabur BM (8) dari ibu kandung Muniroh (47), dari Batam Provinsi Kepuluan Riau ke Pematang Siantar, Provinsi Sumatera Utara, pada Sabtu (29/12/2019).

Tindak membawa kabur korban BM dari ibu kandungnya, membuat Junaan yang tidak lain adalah Paman korban akhirnya dilaporkan oleh ibu korban ke Subdit Perlindungan Perempuan Anak (PPA) Ditreskrimum Polda Kepri, pada  Minggu (1/12/2019), atas tuduhan penguasaan hak atas orang lain pasal 330 ayat (1) dan ayat (2).

Wadir Ditreskrimum Polda Kepri, AKBP Arie Dharmanto,S.Sos, S.IK yang didampingi Kasubdit Penmas Bid Humas Polda Kepri, AKBP Priyo Prayitno, dalam konferensi pers kepada wartawan, Selasa (10/12/2019) menjelaskan, korban BM yang merupakan anak yatim dibesarkan oleh ibu kandungnya Muniroh sejak ditingal oleh ayahnya yang telah meninggal dunia. Kronologi kejadian berawal dari korban (BM-red) bersama ibunya diajak oleh tersangka (Junan-red) untuk sarapan dan makan bersama di sebuah kantin (Foodcort) di Kota Batam.

Disela-sela makan siang bersama dengan ibunya, tersangka kemudian meminta ijin dari ibu korban dengan maksud tersangka ingin mengajak korban untuk membelikan jam tangan kepada korban. Korban yang dibujuk akan dibelikan jam tangan oleh tersangka akhirnya dibawah pergi oleh tersangka dari ibu kandungnya.

“Sejak pergi meninggalkan ibunya, tersangka bersama ibu korban aktif memberikan informasi keberadaan korban melalui telephone seluler maupun SMS dan pesan Whatshap. Namun selang 2 jam berkomunikasi dengan ibu korban, tersangka pun tidak lagi dapat dihubungi oleh ibu korban,”tutur Arie Dharmanto.

Perwira dua melati itu mengatakan, kendati merasa anaknya masih berada dengan tersangka, ibu korban yang masih berfikir positif, mencoba untuk menghubungi nomor telephone tersangka namun lagi-lagi nomor Hp tersangka tidak lagi aktif. Ibu korban yang merasa cemas mulai mencari keberadaan korban bersama tersangka. Namun keberadaan korban dan tersangka pun tidak ditemukan sama sekali oleh korban.

Merasa anaknya telah dibawah kabur oleh tersangka, ibu korban akhirnya mendatangi Ditreskrimum Polda Kepri untuk melaporkan tindakan membawa kabur anaknya yang dilakukan oleh tersangka Junan yang tidak lain adalah adik ipar dari suaminya sendiri.

Laporan dari ibu korban langsung ditindak lanjuti oleh Kasubdit IV Ditreskrimum Polda, Kompol Dhani Chatra dengan melakukan pencaharian sementara terhadap keberadaan korban, dibeberapa mall dan pusat perbelanjaan di Kota Batam. Namun hasilnya belum juga bisa menemukan keberadaan korban bersama dengan tersangka.

Upaya pencaharian keberadaan korban terus dilakukan oleh Subdit IV Ditreskrimum Polda Kepri dengan melakukan mediasi dengan pihak-pihak keluarga korban.

Dari hasil pelacakan nomor telephone tersangka, Polisi akhirnya berhasil menemukan keberadaan tersangka yang diketahui masih berada di kawasan Sukajadi Kota Batam. Namun disana tidak didapati anak Muniroh. Kepada penyidik, Junan juga tidak mengakui bahwa dirinya menyembunyikan si anak.

“Pelaku ini kurang kooperatif, sehingga kami mencoba mencari tau sendiri keberadaan si anak,” ujarnya.

Setelah penyelidikan beberapa lama. Polisi akhirnya menemukan keberadaan Bm di kawasan Pematang Siantar.

“Atas kasus ini kami sudah berkoordinasi dengan P2TP2A dan KPAID,” ucap Ari.

Motif perampasan hak anak ini, kata Ari masih didalami. Karena hingga kini, Junan tidak banyak bicara ditanyai penyidik.

“Seperti saya sebutkan, pelaku ini kurang kooperatif selama penyidikan,” tuturnya.

Atas perbuatan pelaku. Polisi menjerat Junan dengan pasal 33- ayat 1 dan 2 KUHP tentang barang siapa dengan sengaja menarik seorang yang belum cukup umur dari kekuasaan yang menurut undang-undang ditentukan atas dirinya, atau dari pengawasan orang yang berwenang untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

“Kasusnya terus kami proses hingga persidangan,”Pungkasnya. (CNI-01)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *