Bula, CakraNEWS.ID – Peningkatan angka kemiskinan di Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) kembali menjadi perhatian publik. Kondisi ini dinilai sebagai tantangan besar yang harus segera diatasi melalui langkah strategis dan kolaboratif antara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Pemerintah Daerah.
Hal tersebut disampaikan Sekretaris DPD KNPI SBT, Asrun Wara Wara, dalam keterangannya menegaskan bahwa kondisi tersebut harus menjadi perhatian utama DPRD dan pemerintah daerah untuk segera merumuskan langkah-langkah penanganan yang lebih efektif dan terukur.
Hal itu disampaikan Asrun kepada kepada wartawan media ini di Bula, Kamis (11/12/2025). Ia mengungkapkan bahwa garis kemiskinan per kapita di daerah itu kini mengalami kenaikan signifikan, dari Rp 421.902 menjadi Rp 458.176.
“Ini adalah tanggung jawab bersama. Ketika garis kemiskinan naik, maka diperlukan tindakan yang lebih masif dari DPRD dan pemerintah daerah untuk mencari solusi yang benar-benar menyentuh kebutuhan masyarakat,” tegasnya.
Lebih lanjut, Asrun menanggapi dinamika yang berkembang antara DPRD dan Pemerintah Kabupaten SBT terkait pernyataan salah satu anggota legislatif mengenai aktivitas konten kreator.
Menurutnya, isu tersebut seharusnya tidak mengalihkan fokus DPRD dari tugas utama, yakni melakukan pengawasan penggunaan anggaran.
“Saya berharap DPRD lebih fokus pada pengawasan anggaran agar setiap rupiah yang dibelanjakan benar-benar sampai pada masyarakat. Itu yang lebih penting daripada mempermasalahkan aktivitas konten kreator pemerintah,” ujarnya.
Asrun menjelaskan bahwa masyarakat saat ini justru menilai fungsi pengawasan DPRD harus diperkuat, mengingat pengelolaan anggaran daerah memegang peran vital dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat.
“Fungsi pengawasan adalah mandat utama yang tidak boleh teralihkan oleh isu-isu yang tidak substansial,” ungkap mantan Ketua Cabang PMII SBT itu.
Terkait polemik penggunaan media sosial oleh pemerintah daerah, Asrun menegaskan bahwa pemanfaatan platform digital merupakan bagian dari perkembangan tata kelola pemerintahan modern.
Dikatakanya, Media sosial dinilai mampu meningkatkan transparansi, efektivitas komunikasi publik, serta memperluas partisipasi masyarakat dalam pengawasan pembangunan.
“Ini bukan soal bupati menjadi konten kreator, tetapi bagaimana pemerintah menggunakan media sosial sebagai sarana penyampaian informasi yang kreatif dan edukatif. Masyarakat perlu mengetahui apa yang dikerjakan pemerintah, dan media sosial adalah kanal yang efektif untuk itu,” jelasnya.
Ia menambahkan, dokumentasi setiap aktivitas pemerintahan melalui media digital justru dapat memperkuat akuntabilitas dan membuka ruang evaluasi dari publik.
Asrun juga menyoroti inisiatif pemerintah daerah mendatangkan investor, seperti PT SIM yang bergerak pada pengembangan tanaman lokal pisang Abaka. Menurutnya, investasi tersebut merupakan langkah strategis untuk menekan angka kemiskinan melalui penciptaan lapangan kerja.
“Dengan adanya investor yang berinvestasi di Kabupaten SBT, tentu akan menyerap banyak tenaga kerja. Ini adalah harapan masyarakat yang ingin melihat perubahan nyata,” katanya.
Ia juga mengapresiasi upaya hilirisasi sagu sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) yang sedang didorong Pemkab SBT. Menurutnya, mendapatkan rekomendasi dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk program tersebut bukanlah hal mudah.
“Kabupaten SBT bahkan mendapatkan penghargaan dari Kompas TV atas inovasi berkelanjutannya. Artinya, Indonesia mulai mengenal SBT lewat terobosan hilirisasi sagu dan pisang Abaka,” tambahnya.
Asrun menilai langkah-langkah tersebut menunjukkan kepemimpinan Bupati Fahri Husni Alkatiri yang dinilainya inovatif dan responsif terhadap kebutuhan daerah, terutama dalam menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
Namun demikian, Asrun menyayangkan adanya beberapa pernyataan dari anggota DPRD yang terkesan tidak mendukung program-program strategis tersebut.
“Ini yang sangat disesali. Ketika pemerintah berupaya menghadirkan solusi untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan, seharusnya didukung, bukan malah dipertentangkan,” katanya.
Selain itu, Asrun juga menegaskan bahwa DPRD wajib hadir sebagai pengawas yang konstruktif dan objektif. Menurutnya, setiap kebijakan pemerintah daerah perlu dikritisi secara mendasar dan argumentatif, bukan sekadar menjadi ajang unjuk keberanian berbicara tanpa landasan yang kuat.
“DPRD wajib mengkritisi setiap kebijakan pemerintah daerah sebagai bagian daripada fungsi pengawasannya, namun kritikan harus lebih mendasar dan argumentatif, bukan asal bunyi,” tegasnya.
Ia menilai bahwa kritik legislatif akan memiliki nilai jika dibangun dari pemahaman yang komprehensif, data yang valid, serta keberpihakan pada aspirasi masyarakat. Hal tersebut, menurutnya, adalah esensi kehadiran wakil rakyat di ruang-ruang legislatif.
“Pastikan bicaranya anggota DPRD benar-benar keluar dari aspirasi rakyat, bukan sekedar untuk mempertontonkan keberanian bicara tanpa ada poin yang jelas,” tutupnya.***CNI-06
