Piru, CakraNEWS.ID– Pengurus Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) menyoroti kinerja Kejaksaan Negeri (Kejari) SBB yang dinilai belum menunjukkan hasil konkret dalam penanganan dugaan kasus korupsi Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) Tahalupu, Kecamatan Huamual Belakang, pada tahun anggaran 2017–2022.
Ketua GPII SBB, Darto Albama, menyampaikan pihaknya menilai Kejari SBB di bawah kepemimpinan Kepala Kejari Anto Widi Nugroho belum optimal dalam menindaklanjuti laporan dugaan korupsi tersebut.
“Kami menilai Kejari SBB tumpul dalam penegakan hukum. Laporan masyarakat terkait dugaan tindak pidana korupsi DD dan ADD Desa Tahalupu yang disampaikan sejak 2023 hingga kini belum ditindaklanjuti,” ujar Albama kepada media di Piru, Rabu (8/10).
Menurut Albama, laporan tersebut berkaitan dengan dugaan praktik korupsi berjamaah dalam pengelolaan dana desa dan alokasi dana desa Tahalupu pada periode 2018–2022.
Laporan ini juga disebut telah disampaikan oleh mantan Penjabat Bupati SBB, Andi Chandra As‘aduddin, sejak tahun 2023, namun hingga saat ini belum ada perkembangan penanganan di Kejari SBB.
“Hal ini menimbulkan tanda tanya besar di masyarakat. Ada apa dengan Kejari SBB? Sudah bukan rahasia lagi bahwa pengelolaan DD/ADD di Tahalupu dianggap paling bermasalah di SBB karena diduga menimbulkan kerugian negara hingga miliaran rupiah,” tambahnya.
Albama menegaskan, dana desa dan alokasi dana desa merupakan uang rakyat yang semestinya digunakan untuk kepentingan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
Namun, menurutnya, penggunaan anggaran tersebut di Tahalupu tidak menunjukkan hasil yang signifikan, termasuk di tiga desa persiapan — Tiang Bendera, Tihu, dan Tomi-Tomi — yang masuk dalam wilayah petuanan Tahalupu.
Ia menyebut sejumlah persoalan seperti raibnya dana BUMDes, pembagian bantuan yang dinilai sarat praktik nepotisme, serta terbengkalainya sejumlah proyek infrastruktur sebagai indikasi lemahnya pengawasan dan potensi penyimpangan.
“Kejari SBB harus segera memanggil pemerintah desa dan BPD Tahalupu untuk dimintai keterangan. Ini penting agar marwah institusi Kejari tidak dianggap melindungi oknum yang terlibat dalam penyalahgunaan dana desa,” tegas Albama.
Lebih lanjut, GPII SBB berencana melakukan konsolidasi besar-besaran sebagai bentuk tekanan publik jika Kejari SBB tidak segera menindaklanjuti laporan dugaan korupsi tersebut.
“Kami akan mendatangi kantor Kejari SBB untuk meminta pertanggungjawaban jika kasus ini terus dibiarkan berjalan di tempat,” pungkasnya.***
