Ambon, CakrNEWS.ID– Ketua Koperasi Waetemun Mandiri yang juga pemilik ulayat marga Nurlatu, Jafar Nurlatu, menyampaikan protes keras terhadap penerbitan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) kepada 10 koperasi di kawasan Gunung Botak oleh Dinas ESDM Provinsi Maluku.
Menurutnya, proses tersebut cacat hukum, tidak transparan, serta mengabaikan hak masyarakat adat yang secara sah memiliki wilayah ulayat tersebut.
Jafar menilai pernyataan Kadis ESDM yang menyebut IPR 10 koperasi itu sah justru memperkeruh keadaan.
Ia menegaskan bahwa 10 koperasi yang mendapat IPR tersebut bukanlah koperasi yang diusulkan oleh Pemerintah Kabupaten Buru, yang sebelumnya telah mengikuti seluruh proses sesuai aturan, termasuk penyusunan dokumen UKL-UPL.
Ia menyatakan bahwa koperasi yang diusulkan oleh Pemkab Buru telah menyiapkan dokumen lengkap dan siap disidangkan.
Namun prosesnya mandek tanpa penjelasan, dan justru muncul koperasi lain yang tidak pernah melalui prosedur, tetapi secara tiba-tiba mendapat IPR. Menurutnya, dokumen sah milik koperasi yang mengikuti prosedur telah disalahgunakan oleh koperasi lain yang disebutnya sebagai “koperasi siluman.”
Jafar menegaskan bahwa dokumen UKL-UPL milik koperasi yang sah telah digunakan untuk menerbitkan izin atas nama koperasi lain, yang tidak memiliki dasar hukum atau keterlibatan dalam proses usulan resmi.
Ia mengajak media dan publik untuk mengecek langsung ke Dinas Lingkungan Hidup dan ESDM untuk melihat bahwa dokumen tersebut bukan milik koperasi penerima IPR.
Sebagai pemilik hak ulayat, Jafar mengingatkan Gubernur Maluku agar tidak gegabah dalam memberikan dukungan terhadap pelaksanaan IPR yang bermasalah tersebut.
Ia menyarankan gubernur untuk memerintahkan dinas terkait agar menunda proses lanjutan, seperti pematokan atau penataan lahan, demi menghindari konflik sosial dan pelanggaran hukum lebih lanjut.
Ia juga menyoroti fakta bahwa proses UKL-UPL yang menjadi syarat mutlak penerbitan IPR tidak pernah melibatkan masyarakat adat, raja, kepala desa, maupun pemilik lahan.
Bahkan dokumen penyerahan lahan tidak pernah ada, padahal hal itu merupakan syarat esensial sebelum izin diterbitkan. Menurutnya, seluruh proses sidang UKL-UPL tidak pernah benar-benar dilaksanakan.
Jafar menyatakan bahwa saat ini pemerintah baru berupaya meminta persetujuan setelah izin diterbitkan, sebuah tindakan yang menurutnya tidak sesuai prosedur dan melanggar norma tata kelola pertambangan.
Ia pun menyatakan siap menempuh jalur hukum untuk membuka ke publik seluruh proses penerbitan IPR yang dianggap cacat tersebut.
Ia juga menolak pernyataan Kadis ESDM terkait penggabungan koperasi. Menurutnya, penggabungan yang disebutkan hanyalah wacana tanpa dasar hukum karena akta notaris dan proses administratif belum pernah diselesaikan.
Hal ini, katanya, justru berpotensi menimbulkan sengketa baru antar koperasi.
Sebagai pemilik tanah adat dan bagian dari masyarakat Maluku, Jafar menegaskan bahwa mereka tidak menolak investasi. Namun investasi harus dijalankan dengan menghormati prosedur, hak masyarakat, dan hukum yang berlaku.
Ia berharap Gubernur Maluku mendapatkan informasi yang benar dan objektif dari sumber yang kompeten, agar tidak terjebak dalam kebijakan yang bisa merugikan masyarakat adat maupun pemerintah itu sendiri.
“Kalau izinnya saja sudah bermasalah, jangan dilanjutkan. Bila dipaksakan, kami akan menempuh jalur hukum. Kami punya data, kami punya fakta. Dan kami tahu betul prosesnya sejak awal,” tutup Jafar.*** CNI-04