Site icon Cakra News

Koalisi Ambon Transparan Desak Pemprov Maluku Tegaskan Aset di Jalan Jenderal Sudirman, Mafia Tanah Mengintai

Ambon, CakraNEWS.ID– Pemerintah Provinsi Maluku didesak bertindak tegas membongkar dugaan praktik mafia tanah yang menyeruak di jantung Kota Ambon. Polemik mencuat setelah masyarakat dan pelaku usaha di kawasan Jalan Jenderal Sudirman mengaku resah akibat intimidasi yang diduga dilakukan oleh Alfred Shanahan Theng, pengusaha ritel sekaligus pemilik Dian Pertiwi. Alfred disebut mengklaim lahan di kawasan Daerah Milik Jalan (Damija) yang sebenarnya telah menjadi aset sah Pemprov Maluku sejak 1979.

Koalisi Ambon Transparan (KAT) menegaskan, klaim sepihak Alfred Theng tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Sertifikat tanah yang dijadikan dasar baru terbit pada 1996, jauh setelah Pemprov Maluku lebih dulu membebaskan lahan tersebut dari almarhum Chame Soissa untuk pembangunan jalan.

“Ganti rugi sudah dilakukan pemerintah kepada ahli waris sejak 1979. Sertifikat tahun 1996 itu jelas tidak menyentuh kawasan Damija,” ungkap Koordinator KAT, Taufik Rahman Saleh, Senin (22/9).

KAT menuding, sejak akhir 2024 Alfred melakukan tata batas dengan menancapkan patok beton di kawasan Sudirman dan melibatkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Ambon. Patok tersebut kemudian dijadikan dasar untuk menekan warga dan pengusaha agar mengosongkan lahan. Melalui kuasa hukum Munir Kairoty, surat pengosongan lahan telah dilayangkan tiga kali sejak Januari 2025, namun dianggap cacat prosedur.

“Sejumlah pengusaha sudah pegang izin resmi dari Pemprov. Tapi tetap ditekan dengan cara-cara intimidasi bahkan ada dugaan premanisme. Ini tidak bisa dibiarkan,” kata Taufik.

Ia menegaskan, praktik tersebut bukan hanya merugikan negara tetapi juga menekan roda ekonomi lokal. “Bagaimana usaha bisa jalan kalau rakyat kecil diteror? Pemprov jangan tinggal diam. Ini soal aset daerah sekaligus kepastian hukum masyarakat,” tambahnya.

KAT mendesak aparat penegak hukum, baik Polda Maluku maupun Kejati Maluku, turun tangan mengusut riwayat kepemilikan tanah ini.

Mereka juga meminta DPRD Maluku memperkuat fungsi pengawasan terhadap aset-aset negara agar tidak dikuasai oleh segelintir pihak.

“Kami pelajari betul history-nya. Tidak masuk akal ada klaim sampai batas pom bensin pertigaan. Ini aroma mafia tanah. Jika tidak dibongkar sekarang, kasus serupa bisa meluas ke titik lain,” tegas Taufik.

Desakan ini juga mendapat dukungan dari Ombudsman RI Perwakilan Maluku. Asisten Ombudsman, Harun Wailissa, menilai Pemprov Maluku wajib mengambil langkah nyata.

“Pada prinsipnya hak pemerintah adalah hak pemerintah. Kalau ada aset yang terancam lepas, harus segera dikembalikan. Ombudsman mendorong Pemprov melakukan legalisasi sekaligus proteksi agar aset negara tidak digerogoti,” ujarnya.

Kegaduhan di Jalan Jenderal Sudirman membuka tabir betapa lemahnya pengawasan pemerintah terhadap aset negara. KAT dan Ombudsman menegaskan, Pemprov Maluku tidak boleh bersikap pasif. Aksi intimidasi harus dihentikan, mafia tanah harus dibongkar, dan aset publik wajib dikembalikan ke pangkuan negara demi kepentingan rakyat.***

Exit mobile version