Proses Hukum Pemalsuan Surat Sudah Berjalan, Polda: PH Mestinya Paham Proses Hukum dan Obyektif

Adventorial News

Ambon, CakraNEWS.ID- Pernyataan tim kuasa hukum Ludia Papilaya, yaitu Jhon Michaele Berhitu pada media online Tribun-Maluku.com terbitan tanggal 25 Januari 2024, tidak benar.

Dalam artikel yang diterbitkan berjudul “Penyidik Polda Maluku Diduga Hambat Proses Penyidikan” merupakan pernyataan yang keliru. Pasalnya, hingga saat ini proses penanganan perkara masih terus dilakukan.

Kabid Humas Polda Maluku, Kombes Pol. M. Rum Ohoirat, menjelaskan, perkara yang ditangani tersebut sudah pada tahap penyidikan. Kasus ini dilaporkan Ludia Papilaya dengan terlapor Tan Kho Hang Hoat alias Fat.

“Perkara itu dilaporkan dengan Laporan Polisi Nomor: LP-B/439/X/2021/SPKT/POLDA MALUKU, tanggal 5 Oktober 2021,” kata Kombes Rum di Ambon, Kamis (25/1/2024).

Setelah mendapat laporan tersebut, berbagai proses penanganan dilakukan sesuai dengan mekanisme yang telah diatur dalam SOP. Diantaranya pemeriksaan pelapor, saksi-saksi, hingga terlapor. Bahkan pemeriksaan tambahan juga dilaksanakan sejak tanggal 23 Februari 2023 sampai dengan 5 Juli 2023.

Selain itu, penyidik juga menyurati Ketua Majelis Kehormatan Notaris Provinsi Maluku Sesuai Surat Nomor: B/171/III/RES.1.9./2023/Ditreskrimum tanggal 31 Maret 2023, perihal mohon bantuan untuk menyerahkan Minuta Akta Pelepasan Hak Dengan Ganti Rugi Nomor 9 Tahun 2014 Produk Notaris Pattiwael Nicolas. Hal ini dilakukan guna kepentingan Penyidikan dalam pembuktian spesimen cap jari dan tandatangan sebagai pembanding saat Uji Laboratorium Forensik Cabang Makasar, guna pembuktian keabsahan cap jari dan tandatangan pelapor dalam minuta akta tersebut.

Surat permohonan tersebut kemudian dibalas oleh Majelis Kehormatan Notaris Wilayah Provinsi Maluku tanggal 25 Juli 2023, perihal Persetujuan Permohonan pengambilan asli minuta akta ke laboratorium forensik untuk diperiksa mulai dari tahap pengambilan sampai dengan pengembaliannya. (surat tersebut baru diterima tanggal 28 Juli 2023).

Selanjutnya penyidik menindaklanjuti dan berkoordinasi dengan Ketua Majelis Kehormatan Notaris Provinsi Maluku terkait proses pengujian terhadap Akta ke laboratorium forensik cabang Makasar.

Setelah berkoordinasi penyidik kemudian mengajukan surat permohonan pengujian barang bukti secara teknis laboratories kepada Kepala Bidang Laboratorium Forensik Polda Sulawesi Selatan di Makasar, Nomor:B/655/X/RES.1.9/2023/Ditreskrimum tanggal 10 Oktober 2023. Surat permohonan tersebut lalu dibalas Kabid Laboratorium tanggal 16 Oktober 2023, perihal permintaan pembanding dan otentikasi N.Lab: 4317/DTF/X/2023. Kemudian tanggal 31 Oktober Kabid Laboratorium kembali mengirimkan surat susulan dengan perihal yang serupa. Selanjutnya pada tanggal 28 November 2023, Kabid Laboratorium Forensik Makassar kembali mengirimkan surat perihal pengembalian dokumen N.Lab: 4317/DTF/X/2023.

Setelah mendapatkan surat tersebut atau hasil lab, penyidik kembali melayangkan surat kepada Ketua Majelis Kehormatan Notaris Nomor: B/33/1 / RES.1.9./2024 /Ditreskrimum, tanggal 25 Januari 2024. Surat yang dikirim tentang Mohon bantuan menghadirkan Akta Notaris No 8 tanggal 9 Mei 2014 guna dilakukan uji keaslian cap jempol minuta akta milik pelapor Ludia Papilaya.

Setelah melayangkan surat tersebut, ke depan penyidik akan kembali melaksanakan beberapa tahapan. Seperti akan kembali dilakukan pengambilan spesimen cap jempol minuta akta milik Ludya Papilaya. Ini dilakukan untuk uji pemeriksaan keaslian cap jempol pelapor tersebut pada Akta Notaris Nomor 8 tanggal 9 Mei 2014. Pengambilan spesimen akan dilakukan di Inafis Sie Identifikasi Direktorat Reskrimum Polda Maluku.

“Saat uji spesimen (pertama) dari hasil Labfor disampaikan bahwa hasil tidak dapat disimpulkan karena bukti pembanding dari pelapor sendiri tidak lengkap. Kemudian pelapor sekarang minta pemeriksaan sidik jari, jadi untuk keabsahan sidik jarinya akan kita ambil kembali biar lebih real dan otentik dihadapan notaris pengganti dan biar langsung dilakukan pemeriksaan oleh Inafis Polda di depan yang bersangkutan (pelapor) sendiri,” jelasnya.

Setelah dilakukan uji pemeriksaan keaslian cap jempol pelapor, penyidik selanjutnya akan melakukan gelar perkara untuk menentukan apakah perkara ini cukup bukti atau tidak cukup bukti.

“Dari penjelasan di atas, maka pernyataan kuasa hukum kalau penyidik diduga menghambat proses penyidikan itu, adalah tidak benar atau fitnah. Penasehat Hukum (PH) mestinya paham proses hukum dan obyektif,” tegasnya.

Kombes Rum menekankan, dalam setiap penanganan suatu perkara, tidak semua proses penyidikan dapat berjalan cepat, tergantung dengan alat bukti yang mencukupi.

“Kalau misalnya alat bukti yang didapat cepat terpenuhi maka prosesnya juga akan cepat selesai, begitu pula sebaliknya. Mestinya pengacara bisa memahami hal itu, sehingga tidak memberikan pernyataan yang menyudutkan satu pihak,” sesal Ohoirat.*** CNI-04

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *