Protes Revisi UU KPK, DPMU Unpatty Gelar Diskusi Publik Libatkan BEM Dan OKP Cipayung Maluku

Pendidikan

Maluku,CakraNEWS.ID- Aksi protes terhadap Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi, yang kerap dilakukan oleh para Mahasiswa dengan menggelar aksi unjuk rasa beberapa hari kemarin, disikapi oleh Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas (DPMU) Pattimura dengan menyelenggarakan diskusi publik yang bertemakan “Polimik Undang-undang KPK, Solusinya apakah Judisial Reviuw atau Perpu”, bertempat di ruangan Rektorat Unpatty, Senin (14/10/2019).

Dialog publik yang menghadirkan pembicara, Dr.J.D.Passalbessy,SH.M.Hum (Ahli Hukum Pidana) dan Dr.J.J.Pieterz,SH.MH (Ahli Hukum Administrasi Negara), dilakukan oleh DPMU UNPATTY dengan tujuan untuk bersama-sama seluruh element mahasiswa baik dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan OKP Cipayung agar dapat mencari solusi terhadap kontroversi UU KPK yang katanya melemahkan Lembaga KPK.

“Belakangan ini begitu marak gelombang demonstrasi yang dilakukan oleh kawan-kawan Mahasiswa baik di Jakarta maupun didaerah-daerah untuk memprotes DPR dan Pemerintah terkait dengan pengesahan revisi UU KPK. Terhadap gerakan demontrasi tersebut bagi Kami memilih untuk tidak melakukan gerakan demontrasi tersebut,kami justru memilih melakukan Diskusi-diskusi guna mendapatkan solusi terhadap Polimik tersebut,” ungkap Dodie Soselisa Korwil GMKI Maluku

Sesuai dengan hasil diskusi yang telah diselenggarakan menurut Dr. Jemmy Pieterz, menyampaikan kedua langkah baik Perpu maupun Judisial Reviuw dapat dilakukan hanya saja masing-masing langkah tersebut memiliki konsekuensi, dan tentunya ada prosedur hukum administratifnya.

“Andaikan pilihannya adalah dikeluarkan PERPU, tentunya harus bisa dipastikan telah terpenuhi kondisi hal Ihwal Kegentingan sesuai Pasal 22 ayat (1) UUD 1945. Sedangkan Judisial Reviuw merupakan langkah kontitusional yang bisa ditempuh, intinya Mahkamah Konstitusi dapat menguji Undang-undang yang bertentangan dengan UUD 45 sesuai dengan Pasal 24 c UUD 45, jadi baiknya dilakukan uji materil terhadap Revisi UU KPK namun dengan catatan harus dicari titik uji berdasarkan UUD 45,”ungkap Dr. Jemmy Pieterz,.

Disisi lain selaku nara sumber, Dr.J.D.Passalbessy, menegaskan tentang kedudukan dari kelembagaan KPK tersebut yang posisinya dilemahkan dengan adanya Revisi UU KPK, dengan dimasukannya Dewan Pengawas secara otomatis akan mengganggu sistem kerja Lembaga KPK baik dalam proses Penyelidikan.

“Penyidikan dan Penuntutan, namun terhadap pasal tersebut dan beberapa pasal lainnya harus dilakukan pengujian melalui Mahkamah Konstitusi dan untuk melakukan uji materil harus menunggu sampai dengan UU tersebut Sah menjadi UU,”tutur Dr Pasalbessy.

Selain itu menurut Sri Rizky Keya (Sekretaris Umum DPMU Pattimura), mengatakan langkah baiknya untuk menyelesaikan polimik tersebut adalah dengan cara melakukan Judisial Reviuw terhadap pasal-pasal yang dianggap melemahkan Lembaga KPK.

Karena Judisial Reviuw adalah jalan Konstitusional dalam kepentingan menjawab adanya kegaduhan terhadap dugaan pelemahan KPK melalui revisi UU a-quo. Jika ada yang menganggap Revisi UU a-quo melemahkan KPK, maka silahkan dalilkan secara hukum dalam bentuk gugatan/permohonan kemudian diajukan ke Mahkamah Konstitusi RI untuk mengujinya.

“Bagi kami langkah ini adalah Langkah Konstitusional yang Putusannya bersifat Final dan Mengikat, ketimbang harus menuntut agar Presiden mengeluarkan Perpu. Tuntutan mengeluarkan Perpu bagi kami adalah suatu tuntutan yang memiliki tujuan untuk menyandra Presiden secara Politis dan kemudian membenturkan lembaga negara,”ungkap Sri Rizky Keya.

Menurutnya, secara konstitusional Perpu dapat dikeluarkan dalam keadaan hal ihwal kegentingan, dengan 3 alasan mendasar yaitu

  1. adanya kekosongan hukum.
  2. Dalam keadaan yang memaksa.
  3. Proses legislasi dilakukan dalam jangka waktu yang panjang, terhadap hal ihwal kegentingan tersebut.

Menurut kami kondisi saat ini tidak memenuhi 3 alasan mendasar tersebut, oleh karenanya tidak sepatutnya meminta kepada Presiden untuk mengeluarkan Perpu terhadap Revisi UU KPK. Hal ini jika dilihat dari sisi yang lain, andaikan jika Presiden menetapkan Perpu maka Perpu tersebut harus diajukan lagi ke DPR RI untuk dibahas menjadi suatu Rancangan Undang-Undang.

Pertanyaan kritisnya jika setelah Perpu diajukan dan dibahas oleh DPR RI, kemudian DPR RI menolak Perpu tersebut,“Apa yang menjadi langkah tuntutan selanjutnya?. Tidak mungkin melakukan Demontrasi lagi untuk meminta Presiden mengeluarkan Perpu yang kedua kalinya dengan satu subtansi yang sama.

“Berdasarkan hal tersebut, menurut kami DPMU Unpatty solusi terhadap Polimik Revisi Undang-undang KPK adalah dengan melakukannya judisial reviuw ke Mahkamah Konstitusi RI,” tutur Keya. (CNI-01)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *