Tepatkah Abolisi dan Amnesti untuk Tom Lembong dan Hasto Kristianto?

Adventorial Berita Pilihan News Politik

Tepatkah Abolisi dan Amnesti untuk Tom Lembong dan Hasto Kristianto?

Oleh: Dr. Nasaruddin Umar, MH. Pakar Hukum Tata Negara UIN AMSA Ambon

Ambon, CakraNEWS.ID – Keputusan Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan abolisi kepada Tom Lembong dan amnesti kepada Hasto Kristianto menjadi langkah konstitusional yang cukup langka, namun sekaligus penting untuk dikaji dari sudut pandang hukum tata negara. Langkah ini memunculkan perdebatan publik apakah tindakan ini tepat, atau justru dapat menjadi preseden yang membingungkan dalam penegakan hukum di Indonesia?

Dalam teori hukum tata negara, kita mengenal konsep staatsnoodrecht atau hukum dalam keadaan darurat, yaitu kondisi ketika negara dihadapkan pada keadaan luar biasa yang membuat mekanisme hukum normal tidak lagi memadai untuk menyelesaikan persoalan yang mendesak. Dalam konteks ini, Presiden sebagai kepala negara sekaligus pemegang mandat tertinggi dari konstitusi, memiliki kewenangan untuk mengambil tindakan luar biasa guna menjaga stabilitas negara dan menjamin rasa keadilan di masyarakat.

Saat ini, publik menyaksikan adanya krisis kepercayaan yang sangat serius terhadap institusi penegak hukum dan peradilan. Proses penegakan hukum dianggap kian sarat kepentingan politik dan pesanan, sehingga wibawa hukum pun tergerus.

Di tengah kondisi tersebut, tindakan Presiden untuk memberikan abolisi dan amnesti dapat dipahami sebagai bentuk intervensi konstitusional yang bertujuan memulihkan kepercayaan publik dan meredam kegaduhan politik serta hukum yang berlarut-larut.

Secara konstitusional, Presiden memang memiliki kewenangan tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi. Dengan amnesti, segala akibat hukum pidana terhadap seseorang dihapuskan, sedangkan dengan abolisi, penuntutan terhadap seseorang ditiadakan.

Kewenangan ini dijalankan Presiden setelah memperoleh persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat, sehingga keputusan tersebut tetap berada dalam kerangka check and balances antarkekuasaan negara.

Presiden sebagai kepala negara memang memikul tanggung jawab konstitusional untuk melindungi kepentingan negara dan memastikan setiap warga negara mendapat keadilan yang layak. Ketika lembaga peradilan kehilangan wibawa dan kepercayaan publik, presiden memiliki fungsi sebagai penyeimbang, demi mengembalikan marwah institusi negara dan mencegah semakin dalamnya krisis hukum.

Tentu, keputusan seperti ini tidak dapat diambil sembarangan. Diperlukan pertimbangan yang matang, objektif, dan kenegarawanan yang tinggi. Tujuan utamanya bukan untuk melindungi individu tertentu, melainkan demi kepentingan bangsa yang lebih besar. Dengan kata lain, abolisi dan amnesti bukan instrumen impunitas, tetapi justru menjadi alat pemulihan hukum dan demokrasi ketika mekanisme biasa gagal berfungsi.

Sebagai pakar hukum tata negara, saya memandang langkah Presiden Prabowo sebagai upaya terobosan untuk mengurai kebuntuan hukum yang sarat konflik kepentingan politik. Ini adalah bentuk tanggung jawab konstitusional presiden dalam menjaga keseimbangan kekuasaan negara, serta memulihkan kembali public confidence yang semakin merosot terhadap sistem peradilan kita.

Di tengah sorotan publik yang kian tajam terhadap independensi dan integritas penegak hukum, keputusan konstitusional seperti abolisi dan amnesti dapat menjadi sinyal kuat bahwa negara masih hadir dan memiliki keberanian untuk melakukan koreksi, meski pahit dan menuai kontroversi. Kita tentu berharap langkah ini tidak menjadi preseden yang disalahgunakan, melainkan menjadi pembelajaran berharga tentang pentingnya kepemimpinan tegas dan berlandaskan hukum demi kepentingan rakyat dan negara.

Akhirnya, keputusan Presiden ini perlu dipahami sebagai tindakan konstitusional yang berada dalam ruang lingkup tanggung jawab tertinggi untuk melindungi keadilan, menjaga stabilitas, dan memulihkan wibawa hukum di tanah air. Kita semua, sebagai warga negara, tentu berharap bahwa langkah ini benar-benar dapat membawa perbaikan dan menguatkan kembali semangat supremasi hukum di Republik Indonesia.***CNI-Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *