Ambon, Maluku— Surat terbuka yang disampaikan Doktor Ferad Puturuhu melalui akun Facebook pribadinya, Sabtu (06/12/2025) pagi, mengenai persoalan genangan air dan penataan drainase Kota Ambon mendapat respons dari juru bicara Pemerintah Kota Ambon, Ronald H Lekransy.
Surat tersebut menyoroti penanganan kawasan rawan genangan seperti Ay. Patty, Sam Ratulangi dan sejumlah titik lain, serta menandai beberapa pihak termasuk Kepala Dinas Kominfo dan Persandian.
Pantauan pagi ini, surat terbuka itu ramai diperbincangkan warganet dan dibagikan secara luas di media sosial, mengingat isu penanganan drainase telah menjadi perhatian publik sejak beberapa waktu terakhir.
Pikiran teknis yang disampaikan Doktor Puturuhu turut diapresiasi karena dinilai konstruktif dan relevan dengan situasi aktual di lapangan.
Kepala Dinas Kominfo dan Persandian Pemerintah Kota Ambon, Ronald H. Lekransy, langsung menanggapi melalui pesan terbuka yang ditujukan kepada Puturuhu didalam kolom komentar.
Komentar Lekransy, menyampaikan pemerintah sangat menghargai kepedulian Puturuhu dan menyebutkan bahwa kritik, saran serta pandangan yang bersifat teknis merupakan bagian penting dari upaya bersama membangun Kota Ambon.
Berikut pernyataan lengkap Kadis Kominfo dan Persandian Pemerintah Kota Ambon, Ronald H Lekransy sebagaimana disampaikan:
“Selamat pagi Pak Doktor Ferad Puturuhu, terima kasih banyak selalu menjadi bagian dari Pemerintah Kota Ambon menjawab isu–isu strategis kota ini. Secara pribadi apresiasi untuk Pak Doktor dan bapa/ibu semua yang selalu menunjukkan kepedulian dan mau berjalan bersama Pemerintah.
Pada prinsipnya beta setuju dengan beberapa poin pikiran Pak Doktor untuk menyelesaikan masalah genangan di Ay. Patti, Sam Ratulangi dan titik lain saat hujan dengan intensitas sedang–lebat. Karena itu memberikan rasa tidak aman dan nyaman bagi masyarakat.
Langkah mitigasi terhadap penanganan drainase dan kondisi penampang sungai (DAS) adalah langkah jangka pendek dan jangka menengah yang Pemerintah Kota terus upayakan. Karena ini soal kewenangan dan butuh partisipasi semua pihak.
Dalam banyak kesempatan Pa Walikota sudah menjelaskan bahwa Pemerintah Kota tidak tinggal diam, dan sedang terus berupaya memberikan solusi. Termasuk langkah–langkah mitigasi penyelesaian sampah dan sedimentasi pada drainase trotoar, gorong–gorong. Dan masyarakat bisa melihat upaya Pemkot secara massif melalui gerakan bersih sampah, dan upaya rutin/berkala oleh Dinas PUPR, DLHP.
Mungkin Pa Doktor berkenan mahasiswa UNPATI bisa sama–sama Pemkot bisa buat gerakan bersih sampah.
Sedangkan upaya perbaikan infrastruktur (drainase trotoar, gorong–gorong) sedianya perlu dilakukan analisa kelayakan melalui perhitungan yang tepat; sehingga langkah ini adalah langkah yang efektif.
Karena harus diukur intensitas hujan kurun waktu tertentu (soal debit air yang ditampung oleh drainase); luas daerah pengaliran; koefisien pengaliran (berapa besar air hujan yang menjadi air permukaan); termasuk dimensi saluran (lebar, kedalaman, bentuk saluran) yang mempengaruhi kapasitasnya. Kalau ini beta yakin pasti Pak Doktor dan teman–teman akademisi lebih tau.
Selain solusi terhadap drainase trotoar, gorong–gorong, Pak Doktor masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) juga masalah kita hari ini, dan Pa Walikota dan OPD teknis (PUPR) selalu koordinasikan dengan Balai Jalan dan Balai Wilayah Sungai karena ini soal kewenangan.
Solusi ini penting karena sampah dan sedimentasi memenuhi sungai juga bisa dampaknya meluap menjadi air permukaan (run off). Padahal katong berharap bahwa dengan penampang sungainya bersih maka tidak terjadi overflow, dimana DAS tetap memiliki kapasitas menampung debit banjir.
Dangke Pa Doktor. Ada waktu katong bisa diskusi ya, katong berharap riset–riset teman–teman akademisi bisa menjadi solusi dalam menjawab apa saja isu–isu strategis di kota ini. #BETA PAR AMBON #AMBON PAR SAMUA.”
Respons langsung juru bicara pemerintah Kota itu menunjukan sikap terbuka terhadap penyampaian gagasan teknis dari publik, termasuk kalangan akademisi.
Pemerintah kota berharap pemikiran yang konstruktif dapat terus berkembang menjadi aksi kolaboratif guna menyelesaikan persoalan kota secara berkelanjutan.***
