Ketidakhadiran Gubernur Maluku dalam Sidang paripurna DPRD, Hal yang Biasa

Adventorial Opini

Dr. Nasaruddin Umar, M.H | Pakar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara IAIN Ambon

Opini, CakraNEWS.ID– Ketidakhadiran Gubernur dalam sidang Paripurna DPRD Maluku yang merupakan hal yang biasa dan lazim sehingga tidak perlu dipermasalahkan, sebab Gubernur memiliki kesibukan yang tidak sedikit, tugas dan tanggungjawab selaku Gubernur amat sangat berat sebab Gubernur dalam system pemerintahan memiliki 2 (dua) kedudukan pemerintahan secara bersamaan yaitu gubernur selaku kepala daerah dan gubernur selaku wakil pemerintah pusat di daerah.

Sebagai wakil pemerintah pusat di daerah Gubernur setiap saat harus selalu berkoordinasi dengan pemerintah pusat bahkan harus ke Jakarta setiap saat jika dipanggil oleh Presiden maupun Menteri dalam fungsi-fungsi pemerintahan.

Dalam kedudukannya sebagai kepala daerah, Gubernur memiliki kedudukan yang sejajar dengan DPRD provinsi maka dalam konteks itu harus dipahami bahwa Gubernur bukanlah sub ordinasi kekuasaan dari lembaga DPRD tidak berada dibawah kekuasaan dan tidak bertanggung jawab kepada DPRD tetapi mitra sejajar dalam menjalankan tugas dan fungsi pemerintahan daerah.

Hal ini dapat dilihat dalam kewenangan pembentukan rancangan peraturan daerah (ranperda) merupakan kewenangan bersama, hal ini diatur dalam Pasal 241 UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan daerah (UU Pemda)bahwa, Pembahasan rancangan Perda dilakukan oleh DPRD bersama kepala Daerah untuk mendapat persetujuan bersama. Ketentuan tersebut secara expresib verbis sangat jelas pembahasan perda adalah kewenangan bersama, maka tidak diatur mekanisme diterima atau ditolak yang ada adalah mendapat persetujuan bersama

Seperti yang diatur dalam Pasal 242 ayat (1) UU Pemda bahwa Rancangan Perda yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan kepala Daerah disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada kepala daerah untuk ditetapkan menjadi Perda.

Karena itu dalam konteks sidang paripurna DPRD hari ini, adalah sidang paripurna DPRD penyerahan rancangan Peraturan daerah pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2022 telah diatur mekanismenya hanya dua dibahas dan disetujui bersama. Hal ini ditegaskan dalam pasal 320 ayat (1) UU Pemda bahwa Kepala daerah menyampaikan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD dengan dilampiri laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Selanjutnya ayat (4) Rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas kepala daerah bersama DPRD untuk mendapat persetujuan bersama. Maka tidak ada mekanisme pertanggungjawaban yang sifat seperti forum peradilan bersalah dan tidak bersalah apalagi di tolak dan tidak ditolak.

Karena itu, ketidakhadiran Gubernur dalam pengajuan rancangan Perda bukan merupakan perkara serius hanya mekanisme administrative yang dapat dimandatkan kepada wakil Gubernur atau sekertaris daerah jika gubernur berhalangan hadir, Posisi dan kedudukan Gubernur dalam konteks menghadiri sidang Paripurna DPRD harus dibaca dan dicermati dalam kerangka yuridis untuk bertindak dan bertugas dalam rangka melaksanakan kewenangan yang diberikan Gubernur untuk mengajukan mengajukan rancangan peraturan daerah  sebagaimana diatur dalam Pasal 65 ayat 2 UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mengatur Gubernur sebagai Kepala Daerah otonom antara lain :

  1. Mengajukan rancangan perda
  2. Menetapkan perda yang telah mendapat persetujuan DPRD
  3. Menetapkan perkada dan keputusan Kepala daerah
  4. Mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak yang dibutuhkan oleh daerah dan/atau masyarakat
  5. Melaksanakan wewenang lain berdasarkan peraturan perudang-undangan.

Dalam konteks mengajukan rancangan perda tentang Pertanggungjawaban pelaksanaan APBD juga telah sejalan dengan ketentuan Pasal 320 ayat (1) dan ayat (4) UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah telah mengatur bahwa Kepala daerah menyampaikan rancangan Perda tentang Pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD dengan dilampiri laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemriksa Keuangan paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Ayat (4) bahwa Rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas kepala daerah bersama DPRD untuk mendapat persetujuan bersama.

Selanjutnya untuk melakukan pengajuan dan pembahasana rancangan perda tentang Pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebagaimana ketentuan Pasal 320 ayat (1) dan (4) UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Gubernur Maluku memberikan mandat kepada sekertaris daerah maluku untuk hadir dalam paripurna DPRD

Kehadiran sekertaris daerah yang telah mendapat mandat dari gubernur maluku adalah hal yang lazim dan lumrah hal ini dapat dibenarkan berdasarkan peraturan perundang-undangan dan kaidah hukum administrasi. Secara hukum adminstrasi telah diatur pemberian kewenangan yang bersifat mandat dimana pejabat atau Badan pemerintahan dapat memberikan kewenangan kepada bawahannya Pasal 14 ayat (3) UU 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan bahwa Badan dan/atau Pejabat pemerintahan dapat memberikan Mandat kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan lain yang menjadi bawahannya, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan Perundang-undangan.

Kewenangan mandat yang diberikan kepada sekertaris daerah sudah tepat sebab, kedudukan sekretaris daerah sebagai pembantu Gubernur telah diatur dalam Pasal 213 UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menerangkan bahwa Sekertariat Daerah dipimpin oleh sekertaris daerah. Tugas dari sekertaris daerah adalah membantu Kepala Daerah yaitu Gubernur dalam penyusunan kebijakan dan pengkoordinasian administrasi terhadap pelaksanaan tugas Perangkat Daerah serta pelayanan administrasi.

Hal yang sama diatur dalam PP No. 33 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Gubernur Sebagai Pemerintah Pusat dalam Pasal 2 bahwa Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat dibantu oleh Perangkat Gubrnur, dalam hal ini perangkat daerah provinsi dipimpin oleh Sekertaris Gubernur. Sekertaris Daerah Provinsi karena jabatannya diangkat sebagai Sekertaris Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.

Sehingga dalam konteks menghadiri sidang Paripurna hal penyerahan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD tahun 2022 kehadiran sekertaris daerah harus dipandang sebagai penerima mandat atau mandatori Gubernur melaksankan salah satu kewenangan Gubernur yang diberikan oleh undang-undang yakni mengajukan rancangan peraturan daerah  yang telah sesuai dengan  peraturan perundang-undangan dan hukum administrasi pemerintahan yang berlaku. Hal tersebut juga sudah diatur dalam PP No. 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal ayat (1) Kepala Daerah selaku pemegang kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah dan mewakili Pemerintah Daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Pada Pasal 4 ayat (3) ditegaskan Dalam melaksanakan kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Daerah melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaannya yang berupa perencanaan, penganggarat:, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban, serta pengawasan Keuangan Daerah kepada Pejabat Perangkat Daerah.

Pasal 4 ayat (4) Pejabat Perangkat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas: a. sekretaris daerah selaku koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah; b. kepala SKPKD selaku PPKD; dan c. kepala SKPD selaku PA.

Kehadiran sekda dari sisi pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah juga lebih tepat sebab sekda merupakan koordinator pengelolaan keuangan daerah sehingga lebih paham secara teknis pelaksanaan anggaran APBD yang telah berjalan, hal ini ditegaskan dalam pasal 6 ayat (1) Sekretaris daerah selaku koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (4) huruf a mempunyai tugas: a. koordinasi dalam Pengelolaan Keuangan Daerah; b. koordinasi di bidang penyusunan rancangan APBD, rancangan perubahan APBD, dan rancangan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. Maka dalam konteks kehadiran sekda selain sah dari sisi sumber kewenangan mandate dari Gubernur juga sesuai kewenangan dan tufoksinya sebagai koordinator pengelolaan keuangan daerah berdasarkan PP No. 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Dengan demikian ketidakhadiran Gubernur dan pelimpahan kewenangan kepada sekertaris daerah Maluku adalah konstitusional dan sudah sesuai dengan prinsip hokum administrasi pemerintahan dan kaidah dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. *** Rdks

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *