Penetapan Negeri Adat, Sosal: Pemkab SBB Pertimbangkan Efek Negatif

News Politik

Menurut politisi Partai Hanura ini, draf penetapan negeri adat dan yang bukan negeri adat masih banyak kekurangan. Olehnya itu, pemkab berinisiatif membentuk tim kajian.

Piru, CakraNEWS.ID- Rully Said Sosal anggota DPRD SBB fraksi partai Hanura mengaku, legislatif telah menjalankan tugasnya. Tinggal penetapan yang merupakan Pekerjaan Rumah (PR) Pemerintah
Daerah.

Kendati demikian, dirinya menilai draf yang diserahkan ke Pemerintah Kabupaten SBB masih banyak kekurangan dan perlu dibenahi.

Ia menegaskan, PR besar itu bukan saja dikerjakan eksekutif, tetapi bagaimana lembaga legislatif memberikan dorongan untuk ini harus diselesaikan. Termasuk dorongan untuk pembenahan draf tersebut.

Sosal menegaskan, potensi yang tidak diinginkan begitu besar jika pemkab memaksakan kehendak untuk menetapkan negeri adat dan bukan negeri adat.

“Ini perlu didudukan secara matang. Agar masyarakat tidak salah menilai apa yang dikerjakan eksekutif maupun legislatif,” akuinya Rabu kemarin via seluler.

Sosal mengaku, draf penetapan negeri-negeri karya DPRD peridoe 2014-2020 perlu bayak pembenahan. Apalagi soal penetapan Negeri Adat.

“Setelah katong pelajari draf yang sebelumnya telah diajukan. Bukan amburadul. Tapi butuh banyak pembenahan,” akui dia.

DPRD asal Dapil II itu menerangkan, pembenahan yang dimaksud meliputi metode penulisan maupun hal tehnis atau fakta lapangan yang ada di masyarakat adat SBB.

Dalam isi perda itu sendiri, lanjut Sosal, akan berimplikasi negatif kepada beberapa unsur kehidupan masyarakat adat di SBB jika dipaksakan.

Dilakukan uji kelayakan dibeberapa desa dan muncul komplain yang luar biasa. Baik dari desa adat yang menginginkan agar desa-desa tidak masuk dalam kategori desa adat maupun desa-desa yang menginginkan dia masuk dalam desa adat.

“Jadi ini resikonya besar. Dia bisa berjung pada konflik horizontal antara sesama masyarakat desa adat yang hidup dalam satu kawasan,” akui Rully menilai.

Menggunakan dialeg santai, politisi partai Hanura itu mencontohkan sejumlah kasus di wilayah Elpaputih.

“Katong ambe contoh saja kaya Mani. Ada beberapa desa yang di Elpaputih. Kalau secara undang-undang, empat desa ini disebut desa fikif. Dia seng pantas diterima. Karena bukti fisik sebagai syarat serta anjuran bahwa harus ada desanya. Dalam desa harus ada berapa Kepala Keluarga. Berapa Jiwa berapa buah Rumah itu harus ada. Tapi nyatanya sampai hari ini, desa tidak ada. Yang ada itu hanya bekas desa. Masyarakat desa Mani sudah hidup menyebar dan tidak hidup di desanya. Tapi ada yang mau mekasakan untuk dibentuk jadi desa. Sementara dalam isyarat UU no 06 tahun 2014 itu, belum ada pembentukan desa baru. Termasuk desa adat. Masalah ini kalau di wilayah Elpaputih munuai Polemik berujung masalah. Karena masyarakat juga memiliki dasar fikir yang jelas,” akui dia.

Melalui pengamatannya, Sosal menegaskan, Tim kajian sudah dibentuk oleh Pemkab SBB. Tim yang dibentuk dengan tujuan membenahi Perda, agar segera disahkan. Salah satu langkah cepat yang tengah digalakan ialah memetakan mana masyarakat adat dan masyarakat non adat. Tidak sampai disitu. Team juga memetakan, masyarakat adat Pribumi dan masyarakat adat non pribumi.

Sosal juga menyinggung Perda tentang adat dan perda tentang Saniri yang begitu lemah. Menurut dia perlu juga dibenahi. Tapi tentu butuh waktu yang panjang.

“Pemerintah daerah bukan sengaja menunda penetapan negeri. Melainkan Pemerintah menimalisir resiko negatif yang bisa muncul jika perda itu ditetapkan.

Salah satu resiko itu ialah masalah tapal batas. Sementara semua orang tahu kalau sering terjadi konflik di masyarakat persoalan itu,” akui dia.*** CNI-02

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *