RDP Komisi I DPRD SBT Soroti Polemik Penjabat Desa dan Serukan Kebijakan Berkeadilan

Adventorial Berita Pilihan News Pemerintahan Politik

Bula, CakraNEWS.ID — Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama jajaran eksekutif daerah, Selasa (10/6/2025), guna membahas polemik dalam penyelenggaraan pemerintahan desa yang belakangan ini menuai sorotan publik.

RDP yang berlangsung di ruang rapat DPRD SBT tersebut dihadiri oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Ahmad Q. Amahoru, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kabag Tata Pemerintahan, dan Kabag Hukum Setda SBT.

Isu utama yang menjadi perbincangan hangat dalam rapat tersebut ialah persoalan pengangkatan dan pergantian penjabat kepala desa yang dinilai menimbulkan polemik, serta kekhawatiran akan penyalahgunaan wewenang dan dampaknya terhadap kondisi keuangan desa.

Anggota Komisi I DPRD SBT, Abdul Aziz Yanlua, menegaskan bahwa pengambilan keputusan dalam pemerintahan daerah, termasuk soal penunjukan penjabat desa, harus berpijak pada prinsip keadilan dan keterbukaan.

Ia mengingatkan bahwa meskipun seorang Sekda diangkat oleh mekanisme administrasi negara melalui bupati, gubernur, dan Menteri Dalam Negeri, namun para anggota DPRD dan kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat.

“Pak Sekda, kita ini dipilih rakyat, sementara Pak Sekda diangkat oleh pemerintah pusat. Maka ketika masyarakat mengalami persoalan, mereka datang ke kami. Maka kami berharap Pak Sekda juga bisa bijaksana menyikapi kondisi yang ada. Tujuan kita sama, menjaga ketertiban dan stabilitas daerah agar pemerintahan berjalan dengan baik,” tegas Yanlua.

Ia juga menekankan bahwa kemenangan Bupati Fachri Husni Alkatiri dan Wakil Bupati Muh. Miftah Thoha Rumarey Wattimena adalah mandat rakyat, namun mandat tersebut tidak hanya milik mereka yang memilih.

“Mereka adalah pemimpin bagi seluruh masyarakat SBT, bukan hanya bagi 21 ribu pemilih mereka. Maka setiap kebijakan harus mencerminkan kepentingan umum, bukan segelintir kelompok,” tambahnya.

Yanlua turut menyoroti adanya kesan bahwa pergantian penjabat kepala desa dilakukan tidak sesuai prosedur.

“Kalau memang ini adalah kewenangan mutlak bupati, kita tidak bisa intervensi. Tapi yang kita soroti adalah prosedur dan dampaknya. Apalagi ada kepala desa yang sudah bekerja, mengeluarkan dana pribadi, namun diberhentikan begitu saja tanpa kejelasan. Itu tidak manusiawi,” ujarnya dengan nada prihatin.

Menanggapi hal tersebut, Sekda SBT Ahmad Q. Amahoru menjelaskan bahwa masa jabatan penjabat kepala desa pada prinsipnya dibatasi antara enam bulan hingga satu tahun. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa banyak penjabat yang tetap menjabat lebih dari jangka waktu yang ditetapkan.

“Bahkan ada yang sampai tiga tahun. Ini tentu melanggar aturan, karena SK mereka tidak pernah diperbarui,” kata Amahoru.

Ia juga membeberkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Inspektorat Daerah yang menunjukkan bahwa 75 persen dana desa di SBT bermasalah.

“Kalau kita terus mencairkan anggaran kepada penjabat lama yang masa jabatannya telah kedaluwarsa, maka kita akan menambah potensi masalah baru,” tegasnya.

Terkait penunjukan penjabat baru, Amahoru menyatakan bahwa pihaknya akan bersikap tegas.

“Kalau penjabat baru salah sedikit, kita akan berhentikan. Itu komitmen kami,” ujarnya.

Namun, Yanlua kembali menekankan pentingnya keadilan dalam transisi kepemimpinan desa. Ia mempertanyakan mengapa pergantian tidak dilakukan sejak awal sebelum anggaran digunakan oleh penjabat lama.

“Mereka yang sudah mengeluarkan dana pribadi untuk mengurus dokumen perencanaan, untuk menjalankan pemerintahan, jangan sampai dirugikan. Kalau mereka bekerja, lalu diganti tanpa pengakuan dan tanggung jawab dari pemerintah, itu kejam,” ungkapnya.

Yanlua juga menyarankan agar penjabat yang baru dilantik diberi tanggung jawab untuk menyelesaikan persoalan-persoalan keuangan yang timbul akibat pergantian yang tidak tepat waktu.

“Ini bukan sekadar persoalan administratif, tapi ini menyangkut kemanusiaan. Jangan ada pihak yang dikorbankan,” katanya.

Sebagai penutup, Yanlua menyampaikan harapannya agar Sekda sebagai koordinator Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dapat mendorong alokasi anggaran untuk pelaksanaan pemilihan kepala desa definitif dalam APBD Perubahan tahun ini.

“Saya sebagai Ketua Komisi I sekaligus Ketua Fraksi PDI Perjuangan akan mengawal ini. Kita ingin solusi yang berkeadilan, bukan sekadar menyelesaikan masalah administratif, tapi juga menjawab keresahan rakyat,” tutup Yanlua.***CNI-06

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *