Strategi Polri Antisipasi Narasi di Medsos yang Mengancam Keamanan Pemilu 2024

Polri

Jakarta,CakraNEWS.ID-  Polri memiliki sejumlah strategi untuk melakukan pengamanan dalam Pemilu 2024. Salah satu pengamanan dilakukan melalui media sosial yang sering memicu terjadinya kerusuhan pada pesta demokrasi tersebut.

Kepala Biro Multimedia Divisi Humas Polri, Brigjen Pol. Gatot Repli Handoko mengajak masyarakat untuk selalu memverifikasi setiap berita yang muncul melalui media sosial. Verifikasi merupakan langkah yang penting dalam tahapan penyelenggaraan pemilu, guna mencegah polarisasi dan perpecahan bangsa.

“Di humas, di multimedia, pasti memainkan atau mengaplikasikan, memviralkan kebhinnekaan, keberagaman, NKRI harga mati, supaya tidak terjadi polarisasi,” kata Gatot dalam dialog publik bertajuk ‘Menampik Berita Bohong, Ujaran Kebencian, Politik Identitas, Polarisasi Politik, dan SARA pada Pemilu 2024‘, di Jakarta Selatan, Kamis (26/1/2023).

Polri mememprediksi suhu politik menjelang Pemilu 2024 akan mulai dirasakan pada pertengahan Tahun 2023 ini. Gatot mengatakan, sejumlah kelompok akan mulai melakukan serangan dengan narasi-narasi yang bisa memicu kerawanan

“Dilihat dari pemetaan, kalau Pemilu 2024 ini, pemetaannya itu kami prediksi pertengahan tahun ini pasti sudah mulai gencar yang berkaitan dengan upaya-upaya kelompok tertentu untuk saling serang,” ujarnya.

Menurut Gatot, pantauan Polri sejak awal Januari 2023 hingga saat ini belum terjadi pergerakan yang begitu masif mengenai Pemilu 2024. Namun untuk memitigasi kemunculan narasi-narasi intoleransi yang tersebar di media sosial, pihak kepolisian semakin memperkuat koordinasi antar divisi khususnya yang berkaitan seperti Densus 88.

Polri juga melakukan pemetaan preferensi media sosial berdasarkan wilayah. Untuk wilayah Jakarta, ucap Gatot, masyarakat cenderung menggunakan platform Twitter. Adapun yang ia maksud dengan serangan adalah berbagai pemberitaan yang tidak benar, munculnya berbagai upaya menaikkan narasi politik identitas, ujaran kebencian atau hate speech, hingga intoleransi.

“Otomatis menjadi tugas pokok kami untuk meng-counter atau mengklarifikasi mengenai informasi itu memang benar atau tidak, itu yang ditunggu pasti dari kita,” ucap Gatot.

Menurut dia, Polri juga melakukan pemetaan preferensi media sosial berdasarkan wilayah. Untuk wilayah Jakarta, ucap Gatot, masyarakat cenderung menggunakan platform Twitter. Sedangkan, untuk wilayah Papua, masyarakatnya paling banyak menggunakan platform Facebook.

“Jadi, harus melihat pemetaan wilayah-wilayah, berkoordinasi dengan Kominfo. Kami analisa banyaknya penggunaan platform media sosial ini di mana, termasuk yang paling ramai mulai adanya TikTok,” pungkasnya.*CNI-01

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *