Bula, CakraNEWS.ID – Gelombang keresahan tengah melanda masyarakat Desa Administratif (ADM) Bitorik, Kecamatan Kilmury, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT). Pasalnya, dalam kurun waktu kurang dari delapan bulan terakhir, jabatan Pejabat Kepala Desa (Pj Kades) di desa tersebut telah mengalami pergantian hingga tiga kali, tanpa adanya penjelasan terbuka kepada masyarakat maupun Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
Kondisi ini memunculkan berbagai spekulasi dan ketegangan sosial di tengah masyarakat. Warga menilai, proses pergantian yang terjadi secara berulang tanpa dasar musyawarah dianggap menyalahi prinsip transparansi dan tata kelola pemerintahan desa yang baik.
Menurut laporan masyarakat setempat, dugaan munculnya intervensi dari salah satu pihak yang disebut-sebut sebagai bagian dari tim pemenangan Pilkada tingkat kabupaten turut memperkeruh suasana.
Pihak tersebut disebut-sebut memiliki posisi strategis di struktur pemerintahan desa, yakni sebagai bendahara desa, dan diduga ikut mempengaruhi proses penggantian pejabat.
Sebagai bentuk kekecewaan, masyarakat Desa Bitorik secara kompak menuliskan selebaran penolakan terhadap pejabat kepala desa yang baru diangkat. Dalam selebaran tersebut, warga menyatakan sikap tegas menolak pergantian dan mendukung agar pejabat sebelumnya, Rini Anggraini Tidore, tetap melanjutkan masa tugasnya.
Warga menilai, kepemimpinan Rini selama menjabat membawa suasana kerja yang harmonis serta sinergis dengan masyarakat.
Salah satu tokoh masyarakat Desa Bitorik, Jalaludin Kesui, saat ditemui media ini pada Selasa (7/10/2025), mengungkapkan kekecewaannya atas proses pergantian pejabat yang dinilai tidak melalui mekanisme resmi.
“Pejabat desa sudah tiga kali berganti, tapi tidak pernah ada rapat musyawarah desa bersama perangkat, BPD, dan masyarakat. Kami semua tidak tahu menahu tentang alasan pergantian tersebut,” ungkap Kesui.
Menurutnya, kebijakan yang diambil sepihak tanpa melibatkan unsur pemerintahan desa justru dapat memicu ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah kabupaten.
Ia menilai, mekanisme pergantian pejabat seharusnya dilakukan secara terbuka dengan dasar pertimbangan yang jelas, bukan berdasarkan kepentingan kelompok tertentu.
Senada dengan itu, Ketua BPD Desa Bitorik, Faisal Takamokan, mengonfirmasi bahwa sebagian besar masyarakat Desa Bitorik masih menginginkan agar pejabat sebelumnya, Rini Anggraini Tidore, tetap diberi kepercayaan memimpin desa hingga masa tugasnya selesai.
“Masyarakat menilai Ibu Rini memiliki hubungan baik dengan warga dan mampu bersinergi dalam urusan pemerintahan. Mereka merasa kepemimpinannya membawa angin segar bagi desa,” ujar Takamokan.
Faisal juga menambahkan, pergantian pejabat dilakukan pada saat Rini belum sempat menyelesaikan laporan realisasi tahap pertama Alokasi Dana Desa (ADD) dan Dana Desa (DD) tahun anggaran 2025, yang hingga kini masih dalam proses administrasi.
Hal itu, kata dia, semakin memperkuat pandangan masyarakat bahwa pergantian tersebut terkesan tergesa-gesa dan tidak berdasar alasan teknis yang kuat.
Keresahan masyarakat akhirnya bermuara pada pertemuan terbuka yang digelar pada Senin malam (6/10/2025) di Desa Bitorik. Pertemuan tersebut dihadiri oleh tokoh masyarakat, pemuda, pemudi, perangkat desa, serta perwakilan BPD.
Dalam forum yang berlangsung damai itu, warga menyampaikan aspirasi dan menandatangani berita acara penolakan terhadap pejabat kepala desa yang baru, sekaligus mendesak Pemerintah Kabupaten Seram Bagian Timur untuk mempertimbangkan kembali keputusan pergantian tersebut.
Menurut pantauan media ini, suasana pertemuan berjalan tertib dan kondusif. Masyarakat berharap agar suara mereka dapat menjadi pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam mengambil langkah lanjutan yang lebih bijak dan sesuai mekanisme peraturan perundang-undangan.
Warga Desa Bitorik menegaskan, mereka tidak menolak kebijakan pemerintah daerah secara keseluruhan, tetapi menuntut agar setiap keputusan yang menyangkut pemerintahan desa dilakukan secara transparan, partisipatif, dan sesuai prosedur hukum.
Mereka juga berharap agar Bupati Seram Bagian Timur dapat meninjau kembali kebijakan tersebut dengan mempertimbangkan aspirasi masyarakat, demi menjaga stabilitas dan kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah.
“Kami hanya ingin keadilan dan keterbukaan. Jangan sampai keputusan sepihak membuat masyarakat terbelah,” tutur salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.***CNI-01