Tangisan Penuh Duka, Masyarakat Piliana di Kaki Gunung Nusa Bapa-Malteng

Kesehatan

Maluku,CakraNEWS.ID- Jeritan tangis penuh duka di alami oleh masyarakat Dusun Ninivala, Desa Piliana, di kaki Gunung Nusa Bapa, yang berjarak kurang lebih 100 Kilometer (KM) dari Kecamatan Tehoru, Kabupaten Maluku Tengah.

Keterbatasan fasilitas kesehatan dan tenaga medis yang tidak memadai membuat masyarakat Desa Pilian yang sekitar 500 sampai 600 jiwa, harus berjuang mempertahankan hidup mereka ketika mengalami sakit ataupun masalah kesehatan lainnya dengan obat-obat tradisional dari alam.

Masalah kesehatan yang paling krusial yang pernah melanda Desa ini adalah masalah gizi buruk yang menyerang setiap anak-anak kecil yang ada di Desa tersebut. Hal tersebut tentunya membetuhakan perhatian serius dari pihak  Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Tengah khususnya Dinas Kesehatan. Namun hal tersebut masih saja diaabaikan oleh pihak Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah maupun Dinas Kesehatan Provinsi Maluku.

Masalah Gizi Buruk Yang Di Derita Balita di Desa Piliana
Masalah Gizi Buruk Yang Di Derita Balita di Desa Piliana

Seperti yang dikutip CakraNEWS.ID dari blog Rince Rumahenga-Besitimur, Jumat (3/5/2019) mengulas mengenai aspek kesehatan, di Piliana ada fasilitas yang di sebut Polindes, tapi faktanya polindes hanya dikelolah oleh seorang perawat honorer,bernama Suster Christina Teturan, yang kebetulan merupakan anak Negeri dari Desa Piliana.

Dengan bermodalkan pengetahuan yang pernah di tekuni dibangku perkuliahan di Akademi Keperawatan RST, serta keterpanggilan sebagai anak negri, membuat Suster Christina Teturan akhirnya berinisiatif untuk membantu dan juga memperhatikan kesehatan masyarakat negrinya. Memang belum banyak pengalaman yang dimiliki tapi niat dan bermodalkan ilmu keperawatannya ia rela melayani seadanya.

Disamping tak ada tenaga medis tetap, suplai obat-obat dari puskesmas ke polindes sangat terbatas bahkan tidak disuplai. Ketika ada pengobatan masal, obat-obatan tidak di berikan sebagian sebagai persediaan tetapi di bawa pulang kembali. Dengan begitu akhirnya disiasati oleh pemerintah negri untuk pengadaan obat-obatan setelah pencairan ADD namun menunggu selang waktu pencarian stok obat-obatan sudah habis sedangkan masyarakat sementara membutuhkannya.

Bidan dan obat-obatan adalah aspek yang sangat dibutuhkan masyarakat Piliana. Ya memang begitu, ini bukan lagi hal yang biasa tetapi kasus. Dalam sebulan ada 3 bayi yang meninggal. Dua bayi sakit dan karena informasi yang terlambat disampaikan oleh orang tua kepada pemerintah atau kader kesehatan (biasanya dibawa ke pusat kecamatan) dan akhirnya meninggal dunia.

Satu bayi yang baru saja dimakamkan tadi sakit sudah seminggu dan ketika di bawa ke rumah di dalam kampung, saya dan beberapa ibu-ibu lainya serta perawat hanya melakukan pertolongan seadanya dengan pengetahuan kami yang terbatas dan akhirnya usaha kami sia-sia, sang bayi itu mengakhiri hidupnya.

Sementara mengurusi sang bayi ada lagi berita duka, seorang ibu hamil bersalin dan anaknya meninggal ketika ditanyakan ternyata info dari Bpk Pdt yang melayani ibadah pemakaman bahwa bayi telah meninggal dalam kandungan ibu. Kondisi ini hanya ditangani oleh mama biang (ibu yang dipercaya bisa membantu persalinan secara tradisional).

Begitu pula ada seorang opa yang sakit terbaring lemah di tempat tidur yang tak mau makan lagi, entah bagaimana caranya kami awam. Dengan kondisi yang memprihatinkan (kuli bungkus tulang) perawat tak bisa mengambil resiko untuk menyuntik sang opa.

Dengan mencari informasi , sambil membantu opa bisa diberikan vitamin supaya opa memiliki kekuatan. Upaya ini terus kami lakukan dan solusi awal yakni memberikan vitamin bagi opa tapi Ironisnya vitamin (sangobion) juga tak ada di Polindes. Bagaimana ini harus ditangani????

Berupaya memikirkan cara-cara sederhana namun semua terlambat, opa menghembuskan nafas terakhir sebelum niat sederhana kami akan dilakukan.

Kebijakan yang diambil pemerintah desa ketika mendapatkan informasi sakit dari masyarakat, akan di antarkan ke Tehoru dengan menempuh jarak 1 sampai 2 jam.

Apalagi jalan yang rusak, ini pun akan sangat beresiko bagi keselamatan orang sakit. Jika terlambat informasi maka yang kami lakukan adalah menungggu sang penjemput nyawa.

Mungkin mind set yang perlu diubah bagi kami yang memiliki pengetahuan seadanya namun memberikan fasilitas tak sebatas bangunan tapi tenaga profesional dan obat-obatan mesti ada di negri sebagai tindak pertolongan awal, namun kalau tak ada, tangis menjadi akhir upaya kami. Inilah fakta hari ini, kami harus melayani ibadah pemakaman bagi 3 orang dalam sehari.

Secara iman kita percaya bahwa kehidupan dan kematian kita ditentukan oleh Tuhan tetapi jika 5 orang harus meninggal dunia dalam sebulan dan rata-rata terjadi kepada sang bayi tak berdosa juga seorang opa yang sakit 2 hari dan tidak makan harus mengakhiri hidupnya, seakan kita yang mengakhiri hidup.

Lagi-lagi kesehatan jadi kebutuhan dasar manusia mesti diperhatikan dan ditingkatkan. Jika kami yang jauh dari pusat kecamatan yang memiliki keterbatasan sarana transportasi, kami butuh penambahan tenaga medis (BIDAN) dan persediaan obat-obatan yang memadai.

Bagi pihak berwewenang, dengarlah jeritan kami, kami membutuhkan hati dan tangan yang peduli bagi kelangsungan hidup yang lebih baik. Memperhatikan dan meningkatkan kesehatan Piliana sama dengan memberikan emas bagi kami. Demikian kesehatan sangatlah berarti bagi kehidupan kami. (CNI-01)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *