MARDIKA DAN DRAMA PENJABAT WALIKOTA AMBON

Ekonomi Opini
  • Arogansi Penjabat Walikota Ambon Menyikapi PKL di Mardika Tidak Bijak. Jika hendak membela pemilik Ruko dan hak sopir angkot, mestinya bersikap bijak dengan tidak bersikap AROGAN terhadap PKL. Bukankah ketiga unsur ini adalah masyarakat kota Ambon yang sama sama mecari sesuap nasi ?

Oleh: M. FAHRUL KAISUKU
(Saudagar Muda Pemuda Muhammadiyah Wilayah Maluku)

OPINI,- Demikian judul tulisan yang cukup “memukul” tanpa perantara. Disini saya hendak berbicara perihal pasar Mardika dan bagaimana sikap Penjabat Walikota Ambon terhadapnya.

Sebagaimana diketahui, wilayah Mardika kota Ambon merupakan pasar rakyat terbesar di Maluku. Pasar ini masih mempertahankan identitasnya sebagai pasar tradisional. Berbagai kemudahan mencari barang retail yang dijajakan dengan harga sesuai kantong masyarakat.

Tidak diketahui pasti pasar ini dimulai sejak tahun berapa. Namun satu kepastian, pasar Mardika sudah ada sejak dulu hingga saat ini menjadi kiblat ekonomi harian warga kota Ambon.

Namun Keberadaan pasar tradisional Mardika dan pelaku usaha utamanya Pedagang Kaki Lima seringkali disoalkan oleh pemerintah. Hal itu berakitan erat dengan penataan yang dapat menyebabkan penurunan prestasi kota dalam hal kebersihan dan keindahan bahkan kemacetan.

Tak dapat dipungkiri, kemunculan pasar modern sebagai pesaing, tentunya dapat menggeser posisi pasar tradisional dan pedagang kaki lima tersebut. Apalagi pelaku pedagang kaki lima merupakan pengusaha mikro kecil menegah dengan modal yang terbatas. Soalan pemerintah tanpa solusi cerdas semakin membuka peluang besar pasar moderen merajai wilayah ekonomi dengan modal raksasa. Berimbas pula pada daya beli masyarkat tanpa tawar menawar. Gempuran pasar moderen nantinya menyimpan pertanyaan besar, apakah Ambon siap. Sementara Maluku umumnya di Indonesia masih menyandang prestasi miskin di Indonesia.

Terkait keberdaan PKL yang membajiri pinggiran terminal Mardika kota Ambon memang sudah lama dipikirkan pemerintah. Meski harus melalui banyak drama antar PKL dengan pemerintah. Itu sudah terjadi sejak lama.

Kota Ambon masa Richard Louhenappesy pernah memboyong piala Adipura dengan perhargaan atas kota bersih sadar lingkungan tahun 2019. Hal yang sama juga pada tahun-tahun sebelumnya. Tidak tanggung-tanggung, sebanyak tujuh kali kota Ambon mendapatkan perhargaan tersebut.

Artinya, apa ? bahwa kesemrawutan Pasar Mardika yang dinilai kotor dan kolot dapat diatasi.

Sementara terkait semangat pemindahan PKL ke pasar-pasar yang telah disipakan pemerintah, bahwa perjuangan pemerintah tersebut sudah sejak lama pula. Literatur berita yang terbaca sudah sejak tahun 2013 bahkan ada yang lebih lama. Pertanyaanya adalah, apakah itu berhasil?

Memang benar, pemerintah tidak boleh kalah dari rakayat. Tapi juga harus digaris bawahi, pemerintah tidak boleh semena-mena dengan rakyat.

Tempat-tempat yang direkomendasikan pemerintah dinilai tidak representatif dan bukan merupakan pusat atau bukan tempat ideal untuk pedagang yang mau dipindahkan. Dibanding Pasar Mardika, yang sudah mendarah daging di setiap warga kota Ambon dan Maluku. Mardika tak tergantikan meski sudah banyak rasionalisasi pemerintah maupun DPRD dari meja ke meja dengan pedagang. Mardika sudah menjadi identitas ekonomi orang Maluku umumnya.

EKSISTENSI DAN PERJUANGAN PEDAGANG

Makin kesini, setelah Richard Lohenappesy selesai masa jabatannya, carut marut pasar Mardika mulai babak baru. Ketidak-pahaman penjabat menangani pasar tersebut menambah preseden buruk. Tampak nyata, satu minggu jelang pelantikan Bodewin Wattimena menjadi penjabat Walikota Ambon. Sampah menumpuk di setiap sudut wilayah Mardika.

Sejauh pengamatan penulis, kelompok yang menamakan dirinya Asosiasi Pedagang Mardika (APMA) kota Ambon berperan sejak masa tarsnasisi pergantian jabatan Walikota Ambon. APMA kota Ambon bersedia merogok kocek untuk melakukan pembersihan seadanya. Sementara pemerintah (oknum-oknum) di pemerintahan sibuk mengamankan posisi menyambut penjabat baru.

Media-media menuliskan penjabat Walikota Ambon selesai dilantik langsung melakukan blusukan ke pasar Mardika. Perintah pembersihan dengan framing segala rupa untuk mengangkat kinerja sang penjabat yang baru dilantik. Tidak banyak yang tahu, terminal pembuangan sampah yang sudah menggunung sebelumya dirapikan oleh pedagang yang tergabung di dalam Asosiasi APMA kota Ambon.

Konstribusi APMA berdasar semangat pendiriannya. Yakni menjadi mitra kerja pemerintah dan saling mengisi. Istilah biologisnya, simbiosis mutualisme. Yang mana, kinerja APMA kota Ambon perlu jadi perhatian dan aprersiasi pemerintah kota Ambon.

Bukan saja terakait sampah. APMA kota Ambon juga bergerak melakukan pembinaan internal anggota-anggota untuk wajib mengikuti instruksi dan imbuan pemerintah. Mulai dari ketertiban hingga keamanan. APMA kota Ambon menyediakan tim keamanan khusus membantu pemerintah dan kepolisian. Apma pula menyediakan tim pemantau kebersihan yang ditugaskan untuk “jaga jaga” (jika sampah belum disikapi Pemerintah, maka bisa langsung disikap tim-tim tersebut).

Kesemuaan pelayanan APMA adalah untuk melindungi pedagang yang ada di Mardika. Komitmen melindungi dan megayomi pedagang tersebut dengan merangkul paguyuban-paguyabn yang ada di di wilayah itu. Paguyuban yang dirangkul itu antara lain, Paguyuban Pasar Apung, Paguyuban Terminal A dan B dan Paguyuban Madiri Sejahtera yang baru dibentuk pertengahan tahun 2022 lalu.

DRAMA PENJABAT WALIKOTA AMBON DI MARDIKA

Bermula dari pemabngunan lapak PKL di sepannjang pinggiran terminal Mardika dan Talake. Penjabat Walikota Ambon melakukan selebrasi dengan turun langsung menegur proses pembangunan dimaksud. Dinformasikan sebelumnya, Penjabat menerima laporan dari sejumlah oknum yang mengatas namakan seluruh pedagang di program Jumpa Masyarakat tiap Hari Juama’at.

Informasi tanpa perivikasi Penjabat Walikota Ambon menjadi cacatan buruk kepemimpinanya. Pasalnya, berkaitan dengan itu, penjabat terkesan otoriter dan blak-blakan berbicara didepan media. Gaya penjabat layaknya aktivis komisyariat.

Pembangunan lapak tersebut bermula dengan rencana projcet Perusahan mitra pemerinta provinsi Maluku hendak membuka akses ruko dan pembersihan drainase. Project itu mengharuskan pagar-pagar ruko yang berdiri kokoh itu harus dirobohkan.

Proses dimulainya projcet tersebut terbilang alot. Hal itu karena lapak pedagang kaki lima (PKL) rata rata mengunakan pagar tersebut sebagai sandaran. Selama ini, PKL diasikan dengan bergelantungan di pagar tersebut.

Perushan mitraan Pemerintah yang diketahui bernama Bumi Perkasa Timur alias BPT tidak kehabisan ide untuk menjalankan projectnya itu. Maka melalui tangan Asosiasi Pedagang Mardika (APMA) baru dapat dilaksankan. Dipastikan, penolakan keras dari pedagang jika tidak ditengahi oleh asosiasi tersebut.

Sebelum melakukan pembokaran pagar, BPT melakukan kolaborasi bersama APMA Kota Ambon untuk menenangkan pedagang. Diketahui, BPT melayangkan surat pemberitahuan sebagaiamana ususlan APMA kota Ambon. Pemberitahuan tersebut dilanykan sebanyak dua kali demi menjaga ketertiban serta kesiapan pedagang itu sendiri. Surat ketiga BPT terkait rencana pelaksanaan kegiatan tertanggal 8 Februari 2022.

Untuk diketaui, kolaborasi APMA kota Ambon dan perusahan mitra pemerintah itu tidak kosong melompong. APMA mempunyai permintaan khsusus, untuk tetap mempertahankan PKL di lokasi tersebut setelah projcet perluasan akses dan drainase dilakukan. Permintaan tersebut disetujui BPT.

BPT sebagai pengelolah ruko mardika menyadari sungguh hubungan saling menguntungkan antar Pedagang Ruko dan PKL. Yang mana, kesemuaan itu dilakukan demi memperlancar aktivitas jual beli di Mardika.

Namun, sejumlah catatan penting yang dikeluarkan bersama dalam pembangunan ulang lapak PKL. Catatan-catatan itu berkaitan dengan kerapian, kesetraan, kebersihan maupun keindahan sehingga dapat mencapai target pemerintah. Kesemuaan baik pedagang melalui APMA kota Ambon dan BPT menyadari, lahan tersebut merupakan lahan khusus untuk terminal angkutan kota dan areal ruko, maka penyesuain lapak yang dibangun dengan mempertimbangankan kelancaran aktivitas keduanya.

Hasil kepesepakatan bersama itu pula ditindak lanjuti APMA dengan mengumpulkan ratusan PKL. Peretmuan itu dilakukan sebanyak dua kali. Hasil kesepakatan untuk pembangunan lapak PKL bersih higienis dan tidak meninggalkan kesan kotor dan semrawut diserhkan kepada unit paguyuban APMA yakni paguyuban Terminal.

Hasil penulusuran dan informasi yang didapat, semua rencana menyukseskan Projcet perluasan akses Ruko, pembersihan drainase dan penyelamatan nasib PKL, sudah diketahui pemerintah melalui surat resmi.

Namun sayangnya, sikap baik Asosiasi membantu pemerintah dipandang tidak sebelah mata. Pemerintah kota Ambon melalui Penjabatnya mengambil peran utama untuk tidak mendukung. Peran tidak mendukung itu dengan statemen penjabat Walikota Ambon yang cukup menjatuhkan. Dia terang-terangan mangancam membubarkan Asosiasi tersebut.

Jika Penjabat hendak membela pegusaha yang memiliki ruko dan sopir angkot, bagaimana dengan nasib pedagang kaki lima ???.

Penjabat bahkan lupa atas berkat gerbong siapakah sehingga pembangunan pasar “gedung putih” dapat berjalan sesuai rencana. Meski saat itu, pemerintah kota Ambon terkedala anggara untuk merelokasi pedagang.

Apma menghadapi penentangan luar biasa dari berbagai pihak  yang menolak pembongkaran gedung putih. Namun karena APMA menganggap pasar gedung ini kepentingan ekonomi Ambon dan Maluku yang harus direalisasikan pembangunannya, sehingga kedepan jadi ikon ekonomi kerayakyatan kebanggaan kota Ambon.

Meski sekian banyak konstribusi yang yang sudah dilakukan, namun dimentahkan dengan ketidak-bijakan Penjabat Walikota Ambon yang tipis telinga dan malas  ferivikasi informasi.***

Isi diluar tanggung jawab redaksi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *